Kamis, 22 Maret 2012

Wawancara Dubes RI di Tehran: Ada Salah Persepsi Kalangan Pengusaha Indonesia Terkait Embargo Iran (Bagian Pertama)



Hari Ahad pagi, 18 Maret 2012, Bapak Dian Wirengjurit, Duta Besar Luar Biasa Berkuasa Penuh Republik Indonesia untuk Iran menyerahkan surat kepercayaan kepada Bapak Mahmoud Ahmadinejad, Presiden Republik Islam Iran. Menyusul penyerahan surat kepercayaan itu, Saleh Lapadi dari IRIB Indonesia melakukan wawancara eksklusiv dengan Bapak Dubes mengenai seremonial penyerahan surat kepercayaan itu dan masalah bilateral Indonesia dan Iran.

Berikut ini adalah transkrip wawancara yang dilakukan pukul 13.00 siang waktu Tehran:

IRIB Indonesia: Sebelum memulai pembahasan tentang hubungan bilateral Indonesia dan Iran, silahkan Bapak Dubes RI  Dian Wirengjurit memperkenalkan diri terlebih dahulu.

Dubes RI: Terima kasih. Nama saya Dian Wirengjurit. Saya mulai bertugas di Tehran tanggal 29 Januari 2012, tapi baru hari ini dapat kesempatan menyerahkan surat kepercayaan (Letter of Credential) kepada Presiden Ahmadinejad. Sebelum di Iran saya bertugas sebagai Kepala Perwakilan Kedutaan Besar Indonesia di Moskow. Saya bertugas di Moskow mulai dari tahun 2010 akhir sampai 2011 akhir. Jadi kira-kira saya bertugas di Rusia satu tahun lebih. Kemudian Bapak Menteri Luar Negeri menyampaikan bahwa saya dialihtugaskan ke Tehran secepatnya dan saya tiba di Tehran tanggal 29 Januari. Tapi sebelum di Moskow, saya sendiri ditugaskan di pos-pos multilateral. Saya pernah di New York dan ditugaskan juga di Jenewa.

Buat saya, pengalaman di Moskow dan Tehran adalah pengalaman pertama untuk menangani masalah-masalah bilateral. Nah, suatu kehormatan saya dipercaya Presiden Republik Indonesia untuk ditempatkan di Tehran. Karena Iran sendiri adalah negara yang sangat penting di kawasan dan mempunyai peran sejak dahulu yang harus diperhitungkan. Mengingat kedua negara punya potensi yang sangat besar, maka mestinya kedua negara, baik Indonesia maupun Iran, bisa berbuat lebih banyak dan dapat memberikan kontribusi yang lebih besar terhadap upaya perdamaian dunia secara umum, maupun dalam upaya memajukan upaya dalam perekonomian baik Indonesia maupun Iran.

Jadi, misi saya adalah memajukan kerjasama Iran-Indonesia, khususnya dalam bidang ekonomi, terutama ketika situasi ekonomi dunia sedang tidak menentu seperti sekarang ini.

IRIB Indonesia: Dengan melihat latar belakang Bapak hanya setahun di Moskow kemudian dialihtugaskan ke Tehran. Waktu yang singkat seperti itu memberikan petanda ada tugas khusus yang membuat Bapak dialihtugaskan ke Tehran. Apakah dalam pertemuan dengan Presiden Ahmadinejad, ada pesan khusus dari Bapak Presiden Republik Indonesia , Susilo Bambang Yudhoyono kepada presiden Iran?

Dubes RI: Pesan khusus sudah saya terima ketika mulai proses pengangkatan sebagai duta besar. Yaitu, ketika saya mulai menghadap DPR. Karena pesan DPR bahwa Iran yang saat ini sedang terkena sanksi dan embargo dari beberapa negara di dunia, mestinya tidak ditinggalkan, tapi justru harus kita pelihara hubungan bilateral kita. Buat saya secara pribadi, ketika menghadap DPR pun, saya sudah tekankan bahwa misi saya, justru dalam keadaan Iran dalam sekarang ini, kita malah harus menunjukkan solidaritas. Justru banyak hal sebenarnya yang dapat digarap dan sanksi terhadap Iran sendiri bagi Indonesia harus dijadikan kesempatan untuk meningkatkan dan mengembangkan hubungan di berbagai bidang, khususnya ekonomi.

Karena semua negara dengan ekonomi dunia yang tidak menentu seperti saat ini memerlukan kerjasama dengan negara lain. Nah, buat Indonesia, misi khusus dari presiden adalah selain mitra-mitra tradisional dengan negara-negara Barat pada umumnya, kita juga harus mulai mengembangkan hubungan dengan negara-negara non-tradisional. Yaitu, negara-negara yang baru atau negara-negara yang selama ini belum tergarap secara maksimal.

Misi saya di tengah sanksi yang dihadapi Iran adalah saya melihat banyak potensi yang sebenarnya bisa digarap di bidang ekonomi, hanya kemudian di dalam negeri Indonesia sendiri, kalangan bisnis ternyata masih khawatir. Mereka masih belum siap melihat keadaan di lapangan. Yang ada adalah paradigma atau persepsi yang menurut saya itu salah. Bahwa Iran yang terkena sanksi ini dikhawatirkan tidak bisa mengembangkan hubungan ekonomi. Padahal, saya justru melihat sebaliknya. Bahwa di saat Iran seperti ini, potensi dan peluang ekonomi itu masih terbuka. Hanya saja kita harus cari cara dan mekanisme, sehingga kita juga bisa tetap jalan dengan ketentuan atau keputusan yang diambil PBB, tapi kita juga tidak mengorbankan kepentingan bilateral dan khususnya kepentingan Indonesia sendiri. Nah, itu yang sedang saya coba garap.

IRIB Indonesia: Ketika bertemu dengan Presiden Mahmoud Ahmadinejad, apakah hal-hal yang Bapak sampaikan itu juga disampaikan kepada Presiden Iran?

Dubes RI: Benar. Secara singkat pertemuan penyerahan Credential tadi itu dilakukan dalam waktu yang agak singkat. Saya diberitahu baru kemarin, bahwa hari ini (Ahad, 18/3) Presiden Ahmadinejad bersedia menerima Credential saya. Nah, dalam waktu yang sesingkat ini, saya manfaatkan untuk menyampaikan message yang tadi saya sampaikan, dalam bahasa yang lebih singkat tentunya. Yaitu, bahwa kepada Bapak Presiden Ahmadinejad saya sampaikan dua tugas utama saya; pertama, mempromosikan pengembangan dan peningkatan hubungan ekonomi dan kedua, mengembangkan hubungan people to people. Hubungan masyarakat dengan masyarakat yang selama ini belum tergarap. Nah, hubungan masyarakat dengan masyarakat ini sangat luas dapat mencakup kultur, kebudayaan, bisa mencakup pendidikan, olahraga dan bidang-bidang sosial lainnya.

Buat saya, tujuan kedua ini tidak kalah pentingnya dengan perluasan hubungan ekonomi. Karena buat saya masih ada persepsi salah, bukan saja antara masyarakat di dunia, tapi juga antara masyarakat di negara-negara tertentu, khususnya Islam pun persepsinya berbeda. Bahwa Islam Syiah dan Sunni seringkali dipertentangkan padahal hal ini sebetulnya menjadi potensi besar kalau kita bisa bergabung. Nah, message ini saya sampaikan juga kepada Bapak Presiden Ahmadinejad dan beliau menyepakati pandangan ini bahwa kalau Indonesia dan Iran dapat bersatu, bisa menunjukkan bahwa Islam itu memang agama yang mencintai perdamaian. Bila Indonesia dan Iran bisa bersatu dan bekerjasama, kita dapat menyebarluaskan bahwa Islam bisa berkontribusi bagi perdamaian dunia.

IRIB Indonesia: Setelah menyampaikan surat kepercayaan kepada Bapak Presiden Ahmadinejad, untuk ke depannya peluang dan tantangan apa saja yang ada dalam hubungan Indonesia dan Iran?

Dubes RI: Peluangnya tentu saja lebih besar. Indonesia dan Iran menghasilkan produk-produk yang saling melengkapi. Indonesia membutuhkan minyak Iran. Karena kita memproduksi minyak, tapi tidak cukup untuk konsumsi dalam negeri. Karenanya, kita masih mengimpor, terutama juga dari Iran. Sementara Iran juga membutuhkan komoditas andalan Indonesia seperti karet, kelapa sawit, kopi, teh, coklat, kertas dan sebagainya. Jadi, secara ekonomi kebutuhan kita berbeda. Di sini kita bisa saling mengisi. Masalahnya tantangan dari hubungan Indonesia-Iran ini adalah paradigma.

Paradigma di kalangan pengusaha Indonesia, Iran adalah negara yang dikenai sanksi dan siapapun tidak boleh melakukan hubungan dagang dengan Iran. Itu persepsi yang sama sekali salah. Nah, persepsi salah ini harus saya ubah. Karena itu, ketika dua minggu lalu saya di Jakarta dalam rangkaian rapat kerja seluruh perwakilan Indonesia di luar negeri, saya dalam artian KBRI Tehran mengadakan juga yang namanya ekonomi gathering dengan pengusaha-pengusaha Indonesia yang punya minat berdagang dengan Iran atau yang sudah melaksanakan hubungan dagang dengan Iran. Kita bertukar pandangan, di situlah kelihatan bahwa sebagian besar pengusaha Indonesia masih khawatir dan masih salah persepsi tentang Iran. Karena di lain  pihak, ada juga pengusaha Indonesia yang selama ini sudah melakukan dagang dengan Iran, tapi tidak ada masalah. Berbagai pengalaman yang mereka alami itu yang kemudian dishare dengan pengusaha Indonesia. Mudah-mudahan hal ini bisa dilakukan secara kontinyu, sehingga ke depannya semakin terbuka persepsi dan wawasan pengusaha Indonesia bahwa berdagang dengan Iran bukan sesuatu yang tabu. Tapi justru sebuah potensi yang kalau digarap bisa menambah devisa negara.

Saat ini, volume perdagangan Indonesia-Iran baru mencapai 1,8 miliar dolar. Ketika saya bertemu dengan Menteri Luar Negeri Iran, Ali Akbar Salehi beliau secara prinsip mengatakan, "Seharusnya nilai neraca perdagangan Indonesia-Iran besar, bahkan di tahun 2015 ditargetkan bisa mencapai 8 atau bahkan 10 miliar dolar. Buat saya, ini satu tantangan yang kalau kita garap secara bersama, bukan hanya kalangan pebisnis Indonesia, tapi kedua negara, maka hal ini dapat tercapai.

Hal lain yang perlu kita lakukan di sini adalah mengenalkan iklim usaha Indonesia kepada kalangan dunia usaha di Tehran. Saya tahu bahwa hal ini tidak mudah. Tidak bisa seperti membalik tangan.Tapi diperlukan perencanaan dan kontinyuitas program-program kita. KBRI Indonesia di Tehran senantiasa akan berfungsi sebagai fasilitator dan melakukan sebisanya selama itu membawa manfaat bagi kedua negara. Contohnya begini, beberapa hari yang lalu, perusahaan industri kereta api kita PT Kereta Api Indonesia dipercaya mendapatkan kontrak senilai 68 juta euro untuk menyediakan gerbong-gerbong penumpang kereta api Iran. Ini satu tanda positif bahwa kita sekarang sudah mulai tahu sanksi tidak ada kaitannya dengan upaya pengembangan, malah justru memberikan peluang yang lebih besar.

IRIB Indonesia: Bapak Dahlan Iskan, Menteri BUMN beberapa waktu lalu juga menyatakan Indonesia akan membeli minyak Iran yang sedianya akan dijual kepada Eropa dan Amerika akibat penerapan embargo. Apakah kebijakan Bapak mengarah ke sana?

Dubes RI: Betul, betul sekali. Karena itu, dalam kunjungan saya ke Jakarta kemarin, secara khusus saya menemui Bapak Dahlan Iskan. Visi dan misi Bapak Menteri sejalan dengan kebijakan yang akan dilakukan oleh KBRI Tehran. Yaitu, mengembangkan secara total hubungan kita dengan Iran. Makanya, PT Kereta Api Indonesia sebagai salah satu badan usaha di bawah Pak Dahlan Iskan. Kesepakatan untuk menandatangani kontrak senilai 68 juta euro itu juga atas arahan Bapak Dahlan Iskan.

Nah, ke depan memang ada beberapa pending menyangkut minyak. Ada satu proyek yang masih pending, yaitu pembangunan kilang minyak di Banten. Itu  juga menjadi tantangan saya menyelesaikannya. Ada juga masalah pupuk yang di Assaluyeh yang masih dalam proses. Selama ini BUMN kita juga mempunyai kekhawatiran untuk mengembangkan kedua bidang usaha tersebut. Tapi dengan adanya Bapak Dahlah Iskan sebagai Menteri BUMN yang baru, saya kira beliau sangat progresif. Jadi beliau tidak melihat sanksi itu sebagai hambatan, tapi sebagai motivasi buat kita untuk bisa masuk lebih dalam ke negara seperti Iran yang memang kaya dan sangat potensial ini.

IRIB Indonesia: Masih ada tersisa pertanyaan mengenai tugas utama Bapak untuk kerjasama ekonomi Indonesia dan Iran. Bukankah Indonesia punya banyak produk unggulan? Sementara bila kita melihat di sini, produk-produk Cina sangat mendominasi pasar Iran. Apakah ada upaya ke depan agar produk-produk Indonesia, seperti tekstil misalnya dapat menguasai pasar di sini?

Dubes RI: Betul sekali. India, Pakistan dan Cina sangat agresif masuk ke pasar Iran. Karena itulah, mereka juga melihat pasar Iran ini sangat potensial. Sanksi bisa diatasi dengan mekanisme yang kita sepakati bersama, sehingga kita tidak melanggar sanksi, tapi juga tidak menutup peluang kita sendiri untuk melebarkan pasar kita. Itulah yang menjadi tantangan Indonesia selanjutnya, bahwa kita harus bersaing dengan negara-negara Asia sendiri yang memang mempunyai kemampuan produk yang luar biasa. Tekstil dari Cina dan sebagainya.

Ketika saya di Jakarta, saya berbicara dengan teman-teman dari kalangan bisnis. Mereka melihat kalau kita masuk pada tekstil, mungkin kita harus berusaha ekstra keras. Tapi kita masih bisa masuk dari komoditi yang lain yang saya sebutkan sebelumnya seperti kelapa sawit. Selama ini Iran mendatangkan kelapa sawit dari negara ketiga, padahal barangnya dari kita. Nah, kita lagi mencoba agar barang itu bisa langsung, perdagangan kita bisa langsung. Demikian juga karet, kopi, kertas, bahkan baja pun sebenarnya kita punya potensi untuk masuk. Selama ini banyak komoditas kita masuk ke Iran lewat pihak ketiga.

Nah, tantangan kami di KBRI Tehran adalah mengusahakan komoditas itu masuk Iran langsung antara Iran dan Indonesia. Untuk komoditas yang memang kita saat ini masih menilai berat seperti tekstil, memang pengusaha kita pun menyadari hal itu. Kita butuh ekstra keras untuk masuk di pasar yang sama dengan komoditas yang sama dihasilkan oleh Cina. Tapi potensi di komoditas yang lain saya kira masih bisa dan Indonesia masih bisa bermain di Iran.

IRIB Indonesia: Saya melihat di sini ada optimisme dan kami sangat mendukung itu Pak Dubes.

Dubes RI: Terima kasih. (IRIB Indonesia/SL)

Bersambung ...

0 komentar:

Posting Komentar