Sabtu, 03 Maret 2012

Indonesia dan Lonjakan Harga Minyak


Pergerakan harga minyak dunia sudah tidak terkendali. Ketegangan antara Iran dan negara-negara Barat memantik kenaikan harga emas hitam itu di pasar internasional.Harga minyak mentah brent di London, kemarin, mencapai US$122,9 per barel. Itu artinya harga minyak dunia bergerak semakin menjauhi asumsi makro APBN 2012, yakni US$90 per barel.

Harga minyak dunia yang selangit itu sudah tentu membebani APBN. Tidak ada cara lain, pemerintah mesti mengurangi subsidi bahan bakar minyak (BBM) agar anggaran negara tetap sehat. Untuk itu, pemerintah tidak boleh mengutamakan popularitas dan pencitraan ketimbang mengikuti logika ekonomi.

Sejauh ini, pemerintah hanya mengejar tenggat pembatasan subsidi BBM mulai 1 April sesuai dengan perintah Undang-Undang APBN 2012. Sudah ada tiga opsi yang disiapkan pemerintah, yakni menaikkan harga BBM bersubsidi, mengalihkan penggunaan BBM ke BBG, dan mengharuskan mobil pribadi memakai BBM nonsubsidi, seperti pertamax.

Pilihan paling cerdas dari tiga opsi itu ialah menaikkan harga BBM bersubsidi. Hanya, keputusan menaikkan harga BBM bersubsidi terbentur oleh Pasal 7 UU APBN 2012 yang menolak adanya penaikan harga BBM.

Dalam pasal itu disebutkan bahwa pengendalian anggaran subsidi BBM 2012 akan dilakukan melalui pengalokasian yang lebih tepat sasaran dan kebijakan pengendalian konsumsinya. Dalam penjelasannya disebutkan bahwa yang dimaksud dengan pengendalian konsumsi ialah hanya melalui pembatasan konsumsi premium untuk kendaraan roda empat milik pribadi di Jawa-Bali sejak 1 April 2012.

Itulah pasal bunuh diri yang menghalangi pemerintah untuk menaikkan harga BBM bersubsidi. Pasal itu sesungguhnya tidak sejalan dengan Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003, yang memungkinkan penyesuaian APBN apabila terjadi perkembangan ekonomi makro yang tidak sesuai dengan asumsi yang digunakan dalam APBN.

Tidak ada pilihan lain, Presiden dan DPR mesti merevisi Pasal 7 UU APBN 2012. Menunggu revisi melalui APBN perubahan terlalu lama, sekitar pertengahan tahun ini. Hanya ada satu jalan pintas, yaitu Presiden mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) pada saat menaikkan harga BBM bersubsidi.

Jalan pintas itu butuh keberanian politik. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada Rabu (22/2) mengatakan harga BBM bersubsidi harus naik agar Indonesia dapat bertahan dari dampak krisis dunia. Pernyataan yang tegas, tetapi tegas di tataran wacana saja.

Padahal, terus-menerus memproduksi wacana akan mencekik leher sendiri karena harga minyak dunia terus bergerak menjauhi patokan APBN 2012. Sebagai rujukan, Tim Pengawasan Kebijakan Pembatasan BBM Bersubsidi yang dipimpin Anggito Abimanyu sudah lama merekomendasikan penaikan harga BBM bersubsidi hingga Rp500 per liter. Pemerintah tidak perlu malu-malu, tinggal menjalankan rekomendasi itu.

Sepertinya Indonesia mulai melirik Iran di sektor energi. Menteri ESDM Jero Wacik mengatakan pentingnya memperkuat kerja sama dengan pemerintah Iran dan sektor swasta dalam berbagai bidang energi dan sumber daya mineral. Dalam pertemuan dengan Duta Besar Iran untuk Jakarta Mahmoud Farazandeh, Menteri ESDM mengatakan, Tehran memainkan peran utama di kawasan.

Pada kesempatan itu, Jero Wacik menyinggung pertumbuhan volume perdagangan antara kedua negara selama beberapa tahun terakhir dan potensi besar Indonesia-Iran. Dia menyerukan perluasan kerja sama, khususnya di sektor energi. Di pihak lain, Farazandeh mengatakan, Republik Islam telah membuat kemajuan cukup besar di sektor energi dan teknologi nuklir. Dia juga mengungkapkan kesediaan Iran untuk mentransfer keahlian ilmiah kepada negara-negara lain. Ia menambahkan, "Iran siap untuk berbagi prestasi nuklirnya dengan negara-negara anggota Traktat Non-Proliferasi Nuklir (NPT) seperti Indonesia berdasarkan aturan Badan Energi Atom Internasional (IAEA)."

Dubes Iran juga menyerukan peningkatan kerjasama dengan Indonesia di bidang minyak, gas dan petrokimia. Meskipun menghadapi tekanan dan sanksi dari Amerika Serikat dan sekutu utamanya di Barat, Iran berhasil mengukir prestasi besar dalam program nuklir damai. Banyak pejabat Indonesia sejauh ini menyatakan bahwa masalah nuklir Iran harus diselesaikan melalui diplomasi, negosiasi dan cara-cara damai.

Pada September 2011, Sekjen Kamar Dagang, Industri dan Pertambangan Iran (ICCIM) Hamid Mosaddeqi mengatakan bahwa perdagangan antara Iran dan Indonesia mencapai 1.290 miliar dolar tahun lalu, termasuk 590 juta dolar nilai ekspor dan 639 juta dolar nilai impor. Dengan jumlah populasi terbesar keempat di dunia, Indonesia termasuk raksasa ekonomi di Asia Tenggara. Pertumbuhan ekonomi Indonesia telah menciptakan peluang peningkatan perdagangan dan kerja sama antara Tehran dan Jakarta. (IRIB Indonesia/Micom)

0 komentar:

Posting Komentar