Kamis, 08 Maret 2012

Kasus Dhana, Tersangka Korupsi Pajak Terus Diusut


Tersangka korupsi pajak, Dhana Widyatmika, tak bisa menjelaskan asal-muasal dana miliaran rupiah yang tersimpan di beberapa rekeningnya. Pernyataan ini disampaikan Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejaksaan Agung, Arnold Angkow, seusai pemeriksaan atas mantan pegawai negeri sipil berpangkat III-C di Direktorat Jenderal Pajak itu, Jumat malam, 2 Maret 2012.

"Dari data keuangan di bank yang kami peroleh, dia tidak bisa membuktikan bahwa uang-uang itu memang berasal dari penghasilan yang legal," kata Arnold.

Kejaksaan menemukan rekening Dhana di beberapa bank dengan nilai simpanan sekitar Rp 60 miliar. "Kurang lebih sebesar itu," kata Arnold. Selain itu, Dhana diketahui menyimpan kekayaannya dalam bentuk aset lain. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan juga menemukan transaksi mencurigakan bernilai miliaran rupiah di beberapa rekening milik Dhana. Ketiadaan penjelasan asal-usul sumber dana itu menguatkan dugaan kejaksaan bahwa Dhana telah melakukan penyimpangan-penyimpangan saat menjadi pegawai di Direktorat Jenderal Pajak. "Dia menguntungkan perusahaan-perusahaan wajib pajak yang ditanganinya," kata Arnold.

Kejaksaan mengendus ada enam perusahaan lokal yang diuntungkan Dhana. Kejaksaan akan memanggil direksi perusahaan-perusahaan itu pekan depan. "Kami periksa dulu," kata Arnold. Satu dari enam perusahaan itu bergerak di bidang ekspedisi. Pengacara Dhana, Reza Edwijanto, meminta penyidik membuktikan kebenaran soal kepemilikan dana sebesar Rp 60 miliar di rekening kliennya. "Itu dulu buktikan," katanya ketika dihubungi Sabtu, 3 Maret 2012.

Menurut Dhana, kata Reza, total uang di rekening saat ini kurang dari Rp 500 juta. Harta simpanan di deposite box yang disita kejaksaan pun tak begitu besar. "Kejaksaan tahu itu," ujarnya. Reza menilai dana ratusan juta rupiah sangat wajar dimiliki Dhana. Penghasilan dari showroom mobil dan minimarket Dhana diyakini dapat menghasilkan uang sebesar itu jika dikumpulkan terus-menerus. Apalagi, "Minimarket sejak 1993, sementara showroom sudah ada sebelum dia jadi pegawai pajak."

Dhana sudah ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi sejak 17 Februari 2012 lalu. Ia dijerat dengan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi dan Tindak Pidana Pencucian Uang. Kejaksaan sementara menahan Dhana di Rumah Tahanan Salemba cabang kejaksaan mulai Jumat malam, 2 Maret, hingga 21 Maret 2012 mendatang.

Dhana Tidak Selalu Mengaku Bestatus Pegawai Negeri Sipil

Meski bekerja di Direktorat Jenderal Pajak, Dhana Widyatmika tidak selalu mengaku berstatus pegawai negeri sipil. Dalam kartu tanda penduduk dan kartu keluarga, Dhana mengisi kolom pekerjaan sebagai karyawan swasta.

Perbedaan status itu disadari ketika sebuah bank pemerintah menemukan dua rekening bernama Dhana dengan latar belakang perkerjaan yang berbeda: pegawai pajak dan pengusaha dealer mobil. Oleh bank, temuan ini diadukan ke Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan. Lembaga itu pun langsung menurunkan tiga pegawainya untuk menelisik Dhana. Dari Kelurahan Cipinang Melayu, diketahui kalau Dhana memang mencantumkan pekerjaannya sebagai karyawan swasta di KTP dan KK.

Kepala Satuan Pelayanan Kependudukan Kelurahan Cipinang Melayu Sri Rejeki juga membenarkan informasi ini. "Sejak awal membuat KTP, dia mengaku karyawan swasta," kata Sri. Dari semua temuan itu, PPATK memilih melemparkannya ke Kejaksaan Agung setelah membekukan semua rekening Dhana. Rekening bisa menampung duit masuk, tapi tidak bisa dicairkan.

ICW Berharap Penyuap Pegawai Dirjen Pajak DiJerat

Di sisi lain, Indonesia Corruption Watch berharap Kejaksaan Agung tak hanya menjerat Dhana Widyatmika dalam kasus dugaan pengemplangan pajak. Menurut anggota Badan Pekerja ICW Emerson Yuntho, Kejaksaan Agung juga harus berani menjerat penyuap pegawai Direktorat Jenderal Pajak berharta hampir Rp 60 miliar tersebut.

"Ini seperti kasus Gayus (Tambunan). Perusahaan yang menyetor ke Gayus tidak diproses" kata Emerson di kantor ICW, Jakarta, 4 maret 2012.  " Dikhawatirkan pada kasus Dhana, yang kena hanya pegawai negeri sipil, perusahaan yang dibantu enggak kena."

Dalam kasus penggelapan pajak, Gayus Tambunan divonis delapan tahun penjara oleh majelis hakim kasasi. Ia kembali divonis enam tahun penjara dalam kasus pencucian uang, dua belas tahun penjara dalam kasus penyuapan, dan dua tahun penjara dalam kasus pemalsuan paspor.

Namun hingga kini, penyuap Gayus belum tersentuh. Nasib mujur penyuap Gayus itulah yang dikhawatirkan Emerson terulang dalam kasus Dhana. "Langkah Kejagung sudah tepat menjerat dia dengan pasa korupsi dan pencucian uang. Tapi Kejaksaan jangan sampai menutupi itu (penyuap Dhana). Siapapun yang terlibat kasus ini harus diproses," ujarnya.

Kejaksaan Agung telah mengantongi nama enam perusahaan yang diduga terlibat tindak pidana korupsi yang disangkakan kepada Dhana. "Ini baru nama (perusahaan) saja yang kami dapat," ujar Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Kusus (JAM Pidsus), Arnold Angkouw pekan lalu.

Arnold mengatakan, keenam perusahaan tersebut adalah perusahaan lokal atau dalam negeri. Namun dia tidak bersedia menyebut nama keenam perusahaan tersebut. Alasannya, penyidik saat ini sedang mencari tahu keterlibatan keenam perusahaan dalam kasus Dhana. "Kalau sudah jelas baru kami sampaikan, kalau belum jelas kan bisa dikomplain," kata dia.

Pengacara Dhana, Reza Dwijanto, membantah kliennya menangani enam perusahaan. Adapun saat ditanya siapa saja pihak yang diduga menjadi klien Dhana, Reza mengatakan hal itu sudah diketahui Kejaksaan. Menurut Reza, pihaknya menunggu proses penyidikan yang sedang dilakukan oleh tim penyidik pada bagian Pidana Khusus.

Inilah Rincian Penghasilan Pegawai Golongan III/C

Reformasi Birokrasi, digulirkan tahun 2007 dengan maksud memperbaiki kualitas pelayanan kepada masyarakat. Selain itu reformasi birokrasi juga menciptakan aparat yang bersih dan profesional. Salah satu langkah reformasi birokrasi
dengan mengeluarkan remunerasi kepada pegawai kementrian dan lembaga negara.

Tahap awal sebagai percontohan remunerasi tahun 2007 dipilih pegawai Kementrian Keuangan. Menteri Keuangan Sri Mulyani, waktu itu berpandapat dipilihnya Kementrian Keuangan sebagai percontohan program remunerasi dengan alasan hampir 75 persen pengumpul penerimaan negara dikelola kementrian keuangan.

Setelah mendapat remunerasi tahun 2007, gaji pegawai di Direktorat Bea dan Cukai dan Pajak terendah Rp 2,091 juta per bulan dan tertinggi Rp 49,33 juta per bulan. Bandingkan dengan pegawai di departemen lain, pegawai terendah mendapat gaji pokok Rp 760.495 sedangkan pegawai tertinggi Rp 2,38 juta per bulan. Remunerasi yang diberikan kepada Kementrian Keuangan tahun 2010 saja mencapai Rp 5,4 triliun.

Lalu, bagaimana penghasilan Dhana Widyatmika? Begini rincian penghasilan pegawai golongan III/c ini:

Gaji Pokok : Rp 2.066.600 @bulan
Tunjangan Kehadiran : Rp 240.000 @bulan
Tunjangan Kegiatan Tambahan : Rp 5.400.000 @bulan
Tunjangan Khusus Pembinaan Keuangan Negara : Rp 3.800.000 @bulan
Tunjangan Kegiatan Tambahan (TKT) Account Representative : Rp 5.600.000 @bulan

TUNJANGAN
Tunjangan istri : 10 % dari gaji pokok
Tunjangan anak : setiap anak (maksimal 2) mendapat 2% dari gaji pokok

LAINNYA :
UANG MAKAN : Rp 27.000 (dibayar perbulan menurut daftar kehadiran)
UANG LEMBUR : Rp 17.000
UANG MAKAN LEMBUR : Rp 27.000

PENGHASILAN SAMPINGAN
- Mengelola bisnis mini market
- Mengelola usaha diler kendaraan truk bekas

Sumber Diolah Peraturan Menteri Kepmenkeu No. 164/KMK.03/2007 dan Kepmenkeu No. 289/KMK.01/02007 dan Peraturan terkait lainnya.

Dirjen Pajak Dituntut Segera Berbenah

Direktorat Jenderal Pajak diminta segera berbenah untuk mendukung program reformasi birokrasi karena masih banyaknya mafia pajak. Anggota Komisi Keuangan Dewan Perwakilan Rakyat, Dolfie OFP mengatakan sistem pengawasan internal harus dikuatkan untuk mencegah praktek penggelapan dan korupsi pegawai pajak seperti Dhana Widyatmika dan Gayus Tambunan.

"Pengendalian internal selama ini menjadi titik lemah," kata Dolfie kepada Tempo, Ahad 4 Maret 2012.

Ketua Komisi Keuangan DPR Emir Moeis menambahkan selain pengawasan internal, pengawasan eksternal juga diperlukan. Selama ini, kata dia, Badan Pemeriksa Keuangan tidak bisa leluasa mengaudit Ditjen Pajak karena alasan kerahasiaan data wajib pajak.

Menurut dia, Undang-Undang Perpajakan perlu diamandemen agar mekanisme pengawasan berjalan maksimal. "Bila BPK bisa melakukan audit investigasi, maka kasus-kasus pelanggaran pajak bisa dicegah dari awal," kata Emir kemarin.

Cara lain yang bisa dilakukan adalah membatasi hubungan antara wajib pajak dan pegawai pajak. Menurut Emir, cara ini bisa mencegah 'main mata' antara petugas dan wajib pajak. Penerapan sistem elektronik juga bisa menjadi pilihan. "Intinya sentuhan langsung antara wajib pajak dan pegawai pajak dihindari," kata Emir.

Peneliti Indonesia Corruption Watch Febridiansyah mengharapkan pemerintah mengefektifkan Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2011 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi, khususnya terkait pelaporan kekayaan pegawai negeri sipil. Aturan itu mewajibkan seluruh PNS di semua level melaporkan kekayaan mereka.

Sayangnya, kata dia, kebijakan Presiden tersebut tidak dikawal dengan baik sehingga implementasinya tidak sesuai tujuan. Komisi Pemberantasan Korupsi sejauh ini baru menerima pelaporan harta kekayaan pejabat. Padahal, korupsi pun bisa dilakukan juga oleh pegawai level terendah.

Direktur Pelayanan Penyuluhan dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak Dedi Rudaedi mengatakan instansinya terus melakukan pembenahan. Reformasi birokrasi, kata dia, dijalankan meliputi tiga aspek utama, yaitu reformasi organisasi, tugas pokok dan fungsi pegawai, serta pengembangan sumber daya manusia.

Reformasi, lanjut Dedi, secara otomatis akan menyeleksi pegawai tak kompeten dan membersihkan perilaku nakal. Pegawai yang nakal, pasti akan terpinggirkan oleh sistem ini. Dedi mencontohkan, Dhana Widyatmika dan Herly Isdiharsono memilih mengundurkan diri dari Ditjen Pajak. (IRIB Indonesia/Tempo/RA)

0 komentar:

Posting Komentar