Sabtu, 03 Maret 2012

Ilmu dan Islam


Oleh: Dr Ali Akbar Velayati

Tidak ada satu agama dan ideologi apapun yang begitu menekankan penguasaan ilmu dan sains melebihi Islam. Penekanan ini tidak hanya ditujukan kepada orang-orang mukmin saja, bahkan juga mencakup orang-orang kafir dan orang-orang musyrik.

Anda tidak akan pernah menemukan indikasi permusuhan dan kontradiksi antara agama dan ilmu, baik dalam pelbagai sumber pemikiran dan tindakan Islam maupun dalam sejarah kemunculan agama Ilahi ini. Bahkan jika pelbagai keutamaan ilmu dan sains -sebagaimana yang disinggung dalam ayat dan riwayat- kita kumpulkan menjadi satu apa adanya alias tanpa tafsir dan penjelasan maka usaha kita itu akan berbuah menjadi berjilid-jilid buku.

Asal kata `ilm diulang sebanyak delapan puluh kali dalam al-Quran di pelbagai tempat, sedangkan derivasi kata tersebut, seperti ya'lamuna, ya'lamu dan lain-lain, berkali-kali dipakai di dalamnya. Poin yang menarik di sini adalah dalam masalah menuntut ilmu, al-Quran al-Karim tidak merasa cukup hanya menyinggung secara general/global, bahkan banyak sekali ayat yang secara khusus menyeru manusia untuk mendalami dan merenungkan tanda-tanda penciptaan dan alam semesta.
 
Sumber asli ilmu logika yang tersebar di dunia Islam adalah Yunani dan pusat-pusat studi ilmiahnya. Dari sejumlah bidang ilmu pengetahuan Yunani yang kaum Muslimin sangat banyak mengambil manfaat darinya adalah matematika, perbintangan (astronomi), kedokteran, dan ilmu biologi. Di samping itu, umat Islam juga mempelajari kitab Shurah al-Ardh Bathlamius (Peta Bumi Bathlamius), sehingga mereka berhasil memahami gambaran geografis. Kaum Muslimin pada pertengahan abad kedua Hijriah mengambil faidah begitu banyak dari khazanah kedokteran Yunani, dan penemuan Jabir al Hayyan mengenai racun merupakan contoh nyata dalam hal ini.
 
Kami ingin mengisyaratkan poin penting, yaitu umat Islam bukan hanya mengenal ilmu kedokteran melalui penerjemahan karya ilmiah orang-orang Yunani, akan tetapi juga melalui dokter-dokter yang sebelum dan sesudah panaklukan-penaklukan Islam hidup di daerah Yunani. Berkenaan dengan ilmu biologi Yunani dan pengaruhnya terhadap dunia Islam, harus dikatakan bahwa umat Islam memanfaatkan buku Disquris pada disiplin ilmu tumbuh-tumbuhan (botani) dan mereka memberikan perhatian lebih di bidang ini. Buku tersebut sangat berharga bagi orang-orang Yunani dan sampai ke tangan orang-orang Arab dalam bentuk terjemahan secara cermat dan sempurna. Dan sebagian ilmu yang lain memasuki dunia Islam melalui jalur India. Hubungan ilmiah ini terjadi di awal-awal masa kekhilafahan Bani Abbasiah dimana saat itu telah berlangsung penerjemahan teks-teks India dalam bidang kedokteran, perbintangan (astronomi) dan bidang-bidang lainnya. Misalnya, dalam kitab Al-Fehrest Ibn Nadim tercatat dua belas kitab kedokteran India yang tertulis dalam bahasa Arab.
 
Setelah penaklukan Iran, para pekerja bidang budaya di Iran mulai menerjemahkan teks-teks Pahlavi dalam bahasa Arab. Aktifitas ilmiah di Iran mencapai puncaknya pada masa Khusru Anusyirawon. Kegiatan ilmiah kala itu dipusatkan di kota Gandi Syapur. Dan ilmu terpenting dari Iran yang kemudian dipindahkan ke dunia Islam adalah ilmu astronomi dan kedokteran.
 
Banyak sekali para sejarawan sains, utamanya dari cendekiawan Barat yang secara aklamasi meyakini bahwa kaum Muslimin memainkan peran terpenting dalam membentuk perjalanan dan perkembangan ilmu serta peninggalan manusia dan pemindahan ilmu dari masa Yunani ke masa Renaissance.
 
Sumbangsih terpenting peradaban Islam terhadap ilmu pengetahuan adalah klasifikasi ilmu yang dilakukan umat Islam secara cermat dan sistematis. Pengklasifikasian yang pertama mencakup dua bagian; ilmu nadzari (teoritis) dan `amali (praktis). Ilmu nadzari hanya membahas pokok/dasar ilmu pengetahuan, sedangkan ilmu amali berarti suluk (perilaku) yang terbagi dalam tiga hal: akhlak, tadbir (manajemen) dan siasah (politik). Klasifikasi ini diambil dari ilmu-ilmu yang ada di Yunani. Klasifikasi yang kedua yang digagas oleh kaum Muslimin adalah pembagian ilmu berdasarkan hubungan ilmu tersebut dengan tujuan aslinya. Dan klasifikasi yang ketiga adalah ilmu yang Islami dan ilmu yang tidak Islami.
 
Yang dimaksud ilmu yang Islami adalah ilmu-ilmu yang secara murni diambil dari pemikiran kaum Muslimin dan orang lain tidak ikut andil dalam hal tersebut, seperti ilmu tafsir.
 
Klasifikasi ilmu yang keempat adalah ilmu syar'i dan ilmu non-syar'i. Ilmu syar'i mencakup beberapa ilmu yang sampai kepada kita melalui Rasul saw dan para imam ahlul bait. Dan ilmu ini sendiri terbagi menjadi empat bagian: ushul (pokok), furu' (cabang), mukaddimah, dan mutammimah (pelengkap). Sedangkan ilmu non-syar'i adalah ilmu rasional murni, seperti matematika.
 
Dan klasifikasi yang terakhir, ilmu dapat dibagi menjadi dua bagian: ilmu aqli (rasional) dan naqli (literal). Yang dimaksud ilmu aqli adalah hikmat dan filsafat, sedangkan ilmu naqli menjamah perkara-perkara syari'at dan fikih serta ilmu-ilmu lain yang berkaitan dengannya.
 
Di antara ilmuwan yang memiliki peran utama dalam pengklasifikasian ilmu ini dalam kitab-kitabnya adalah Abu Nashir Farabi. Beliau adalah ilmuwan Muslim pertama yang memiliki pehatian khusus terhadap pengklasifikasian ilmu, dan buku Ihsha' al-`Ulum (statistik ilmu) mengundang perhatian para ilmuwan Barat dan Timur. Dalam kitab Mafatih al-`Ulum (kunci ilmu), Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad bin Yusuf Khorazmi juga ikut mengetengahkan pengklasifikasian ilmu dalam bentuk yang baru. Di antara ilmu yang tumbuh secara pesat dalam peradaban Islam adalah matematika, astronomi, fisika dan mekanik, kedokteran, kimia, filsafat, mantiq (logika), sejarah dan penulisan sejarah, geografi dan sastra.
 

Matematika

Orang-orang Arab di era awal Islam tidak terlalu menunjukkan minat untuk mempelajari bilangan/hitung-menghitung. Namun ketika penduduk kota sudah mulai menyebar dan telah muncul kebutuhan untuk menghitung harta benda, maka secara pelan-pelan bilangan India dan bilangan nol memasuki dunia Islam dan perkembangan ilmu ini pun segera dimulai.
 
Ahmad bin Abdullah Muruzi yang bergelar Hasib (sang penghitung) merupakan ahli matematika ternama dunia Islam. Ia berhasil mengembangkan ilmu Mutsallatsat Musattahah (trigonometri sama sisi) dan Kurawi (lingkaran). Dalam kalkulasi trigonometri lingkaran, ia menunjukkan penguasaannya yang baik terhadap sinus, kasinus, tanzant dan katanzant.
 
Ajaran al-Quran dan Hadis merupakan modal utama yang memotifasi kaum Muslimin untuk mempelajari sejarah dan penulisannya. Karena itu, topik pertama dalam sejarah yang mendapat perhatian umat Islam adalah siroh (sejarah) Rasul Saw. Kebutuhan kaum Muslimin untuk mengenal dan mengetahui kehidupan Rasul saw, bagaimana kemajuan Islam, pelbagai peperangan mereka dengan musuh-musuh Islam yang disertai penaklukan dan bertambahnya batasan geografi Islam, semua itu menjadi alasan di balik luas dan beragamnya topik sejarah.
 
Salah satu ilmuwan di bidang matematika lainnya adalah Abu Abdillah Muhammad bin Musa Kharazmi. Ia adalah sosok terkemuka dan seorang pakar terbesar di zamannya dalam bidang matematika, astronomi, sejarah dan geografi. Penulisan kitab al-Jabr wa al-Muqobilah menjadi pemicu utama popularitas Kharazmi. Kitab tersebut mendapat perhatian khusus orang-orang Eropa pada abad pertengahan dan menjadi landasan riset bangsa Eropa dalam ilmu ini. Kata algorithm yang berarti seni hitung atau akuntansi diambil dari nama Kharazmi dan telah melebur dalam bahasa Eropa.
 
Deretan ilmuwan terkemuka lainnya di bidang matematika dalam dunia Islam yang hidup di masa kejayaan ilmu adalah Abu al-Abbas Fadhl bin Hatim Nirizi, Musa bin Syakir, Abu al-Hasan Tsabit bin Qurrah bin Zahrun Harroni, Abu Nashr Muhammad bin Tharkhan Farabi yang terkenal dengan sebutan Abu Nashr Farabi, Abu Ali Husain bin Abdullah bin Hasan bin Ali bin Sina, Ghiyats ad-Din Abu al-Fath Umar bin Ibrahim Khayami Nisyaburi yang terkenal dengan sebutan Umar Khayam dan Abu Ja'far Muhammad bin Muhammad bin Hasan yang terkenal dengan sebutan Khajeh Nashiruddin serta Mahmud Tabib Kasyani. Nama terakhir ini adalah seorang pakar matematika yang memiliki rumus bilangan "P".
 
Para ilmuwan tersebut dapat dianggap sebagai penggagas dan pelopor ilmu matematika dalam dunia Islam.
 

Astronomi

Di bidang astronomi, para ilmuwan Muslim meninggalkan pelbagai karya yang cukup berharga. Di antara para astronom terkemuka dunia Islam adalah Abu Abdillah Muhammad bin Jabir bin Sinan Raqi Harroni Batani, Tsabit Ibn Qurrah Shabi Harroni, Abdul Jalil Sajzi dan Abu al-Hasan bin Yunus. Pengetahuan astronomi Islam, baik secara teoritis maupun praktis (seperti pengamatan bintang) diperoleh melalui penerjemahan kitab astronomi Batlamius yang dilakukan oleh Mujisthi. Riset Mujisthi dalam dunia Islam menyebabkan munculnya sebuah aliran ilmu yang tugas utamanya adalah pengamatan bintang dan penyiapan skema bintang (skema dikenal dengan nama zij (astronomical tables). Pengamatan yang dilaksanakan secara kontinu untuk menyiapkan zij memicu para astronom Islam untuk mendapatkan pelbagai penemuan di bidang astronomi. Dan salah satu penemuan penting itu adalah taqwim i`tidalain.
 

Fisika dan Mekanik

Kaum Muslimin menamakan ilmu mekanika dengan ilmu al-hail (ilmu mekanika), yakni seperangkat ilmu yang menelusuri tradisi Timur Tengah dan Lautan Tengah. Di antara para mekanis pertama Islam adalah Musa bin Syakir. Dalam kitabnya al-Hail, ia menjelaskan seratus mesin dimana sebagian besar darinya bekerja secara otomatis dengan menggunakan mekanisme zat cair.
 
Di antara mekanis Muslim lainnya yang layak disebut sang kreator di zamannya adalah Abu al-'Az bin Ismail bin Razaz al-Jazri. Pekerjaan al-Jazri adalah menyambung mata rantai inovasi dan penemuan insinyur-insinyur Muslim dan para insinyur sebelum mereka dari pelbagai peradaban Islam.
 
Kitab al-Jami' Baina al-`Ilm wa al-'Amal an-Nafi' fi Shina'at al-Hail merupakan karya tulis terbaik di bidang mekanik hidrolik pada abad yang lampau dan pertengahan. Dalam rangka festival dunia Islam di London, maka pada tahun 1976 dibuatlah tiga alat dari mekanik-mekanik Jazri, di antaranya adalah Tolombeh, salah satu alat pengambil darah dan jam air besar.
 
Di antara karya dan prestasi terpenting ilmuwan Islam di bidang mekanik yang terkait dengan timbal balik antara Islam dan Barat adalah pengetahuan Eropa terhadap serbuk mesiu dan senjata api.
 

Kedokteran

Ilmu kedokteran—sebagaimana astronomi—merupakan disiplin ilmu yang baru pertama kali tersebar di kalangan umat Islam di masa Islam, ilmu ini mulai berkembang sejak terjadi proses penerjemahan kitab-kitab Yunani dan India.
 
Setelah berkembang pada dekade abad ketiga sampai ke lima, ilmu kedokteran berakhir dengan penulisan empat insiklopedi lengkap kedokteran Arab pada awal-awal dekade kelima. Dua bagian dari karya monumental ini ditulis oleh Abu Bakar Muhammad bin Zakaria Razi dan satu bagian lagi disusun oleh Ibn Sina.
 
Kaum Muslimin dalam dua bidang, yakni kedokteran khusus mata dan pengenalan obat-obatan memiliki kemajuan yang sangat pesat dan menunjukkan prestasi yang menakjubkan. Karen luasnya daerah geografi umat Islam, para ilmuwan Muslim mengenal aneka obat-obatan pelbagai macam negara dimana kala itu pelbagai obat-obatan itu belum dikenal. Adapun kitab yang paling muktabar di bidang pengobatan adalah kitab yang ditulis oleh Ibn Bithar dengan judul al-Jami' al-Mufradat al-Adawiyyah wa al-Aghdziyyah. Kitab tersebut semacam kamus pembimbing yang ditulis berdasarkan abjad untuk memperkenalkan 1400 obat. Karya agung ini menjadi rujukan untuk penulisan kitab-kitab setelahnya di bidang yang sama.
 
Poin penting dalam bidang kedokteran yang perlu diperhatikan dalam dunia Islam adalah bidang yang telah disebutkan ini sangat cepat sekali diwarnai/dipengaruhi dengan tradisi lokal/setempat.
 

Kimia

Setelah munculnya Islam, bidang ini mendapatkan perhatian pada dekade abad pertama Hijriah. Jabir bin Hayan memberikan sumbangan besar di bidang ini. Kemudian para ilmuwan terkemuka lainnya, seperti Razi, Ibn Sina, Farabi dan Kharazmi masing-masing menyumbangkan karya penting dalam bidang ini.
 

Filsafat dan Mantiq (Logika)

Dalam dunia Islam, filsafat secara global dibagi menjadi dua bagian: filsafat massya'i yang dinisbatkan kepada Aristotoles. Pola filsafat ini berasaskan istidlal (argumentasi) dan pemberdayaan akal. Filsafat model ini disebarkan oleh Abu Ya'qub Ishak Kindi, Abu Nashr Farabi, Abu al-Hasan 'Amiri, Abu Ali Sina, Imam Fakhr Razi, dan Ibn Rusyd. Kemudian filsafat ini pun dikembangkan di Barat. Kedua, filsafat isyraqi. Filsafat tipe ini merupakan filsafat paling klasik dan paling tradisional. Dan perintisnya adalah Syihabudin Syuhrawardi.
Abu Ya'qub Kindi termasuk filosof pertama dalam dunia Islam. Ia adalah seorang Muslim yang pertama kali yang melakukan pengkajian ilmu filsafat. Karena itu, ia dipanggil filusuf al-`Arab (filosof Arab). Adapun filosof dunia Islam lainnya adalah Muhammad bin Zakaria Razi. Ia meyakini akan `ashalat al-`aql (orisinalitas akal). Dan setelah Zakaria Razi, Abu Nashr Farabi adalah filosof Muslim paling terkemuka yang memiliki kedudukan yang tinggi dalam sejarah ilmu logika.
 
Filosof dunia Islam lainnya adalah Ibn Sina. Ia memiliki sistem dan metodologi filsafat yang kokoh dan cemerlang. Ia juga mempunyai pandangan menarik dalam hal hubungan antara jiwa dan badan, epistemologi, kenabian, Tuhan dan dunia.
 
Adapun filosof Islam yang lain, di antaranya adalah: Ghazali, Khayam, Ibn Majah, Ibn Thufail, Suhrawardi, Fakhruddin Razi, Khajeh Nashiruddin Thusi, Mirdamad, Mirfendereski dan Mulla Sadra.
 
Dalam bidang mantiq, dapat dikatakan bahwa Ibn Muqoffa' adalah orang pertama dalam dunia Islam yang berinisiatif untuk menerjemahkan kajian tentang maqulat, `ibarat dan qiyas dalam bahasa Arab. Sedangkan al-Kindi, Farabi, Ibn Sina, Bahmaniyar dan Lukari juga memberikan sumbangan tersendiri di bidang ini. Di bidang logika, Farabi memilih untuk menelah secara luas dimana studi yang dilakukannya banyak berkisar pada penjelasan Arghanun Aristo.
 
Dengan munculnya Mulla Sadra pada dekade abad sepuluh dan sebelas, aktifitas pemikiran dan rasionalitas mencapai puncaknya dalam peradaban Islam. Ia merupakan simbol rasionalitas Syiah yang paling terkemuka. Mulla Shadra berhasil mengangkat kembali gengsi ilmu-ilmu rasional setelah sebelumnya mengalami masa kemunduran. Dengan mengawinkan filsafat Yunani dengan filsafat masya'i dan isyraqi serta ajaran Islam, Shadra sukses membidani kemajuan ilmu-ilmu rasional.
 

Sejarah

Ajaran al-Quran dan hadis merupakan modal utama yang memotifasi kaum Muslimin untuk mempelajari sejarah dan penulisannya. Karena itu, topik pertama dalam sejarah yang mendapat perhatian umat Islam adalah siroh (sejarah) Rasul Saw. Kebutuhan kaum Muslimin untuk mengenal dan mengetahui kehidupan Rasul saw, bagaimana kemajuan Islam, pelbagai peperangan mereka dengan musuh-musuh Islam yang disertai penaklukan dan bertambahnya batasan geografi Islam, semua itu menjadi alasan di balik luas dan beragamnya topik sejarah.
 
Haji Khalifah, penulis kitab Kasyf Ad-Dzunun menyatakan: Dari 18500 jilid kitab yang telah ditulis oleh kaum Muslimin sampai dekade abad kesebelas, 1300 jilid kitab darinya berkenaan dengan tema sejarah dan penulisan sejarah. Dan para sejarawan terkemuka Islam di antaranya adalah Ibn Ishak, Wafidi, Baladzuri dan Ibn Maskawaih.
 

Geografi

Penekanan al-Quran untuk mengenal alam semesta dan berjalan di muka bumi di samping perlunya penulisan pengetahuan secara detail mengenai kawasan-kawasan lain, khususnya daerah-daerah yang bertetanggaan dengan Negara Islam, semua itu cukup menjadi alasan yang memicu perhatian kaum Muslimin terhadap ilmu geografi. Kaum Muslimin di bidang ilmu geografi, seperti halnya di bidang-bidang ilmu lainnya memanfaatkan peninggalan peradaban terdahulu. Namun melalui terjemahan dan studi kritis terhadap karya-karya para pendahulu mereka, umat Islam berhasil membuka pintu baru di bidang pengetahuan ini dan mereka cukup mendalaminya.
 
Di antara ahli geografi terkemuka Islam adalah Ibn Khurdadzabah, Ya'qubi, Mas'udi, Abu Zaid Balkhi dan Ibn Bathutah.
 

Sastra

Sastra Arab di awal penyebaran Islam -terutama syair- telah menjadi pusat perhatian. Semenjak pengangkatan Imam Ali sebagai khalifah, syair religius atau syair religius-politis telah memainkan perannya. Sebagian penyair dikenal sebagai pembela imam mazhab tertentu. Dan dengan syahidnya Imam Husain, syair epik yang penuh gelora dan semangat terasa menemukan dunia barunya.
 
Syair ideologis (yang mengacu kepada suatu mazhab) secara umum dan Syiah secara khusus menjadi sebuah ideologi yang kokoh berkat peran Kumait, penyair Syiah yang terkenal pemberani dan pemuja spiritualitas. Pada masa Bani Umayah, syair dan para penyair mendapatkan perhatian karena alasan politik, karena mereka ingin menarik perhatian masyarakat ke arah pemerintah yang berkuasa dengan menggunakan syair. Sedangkan di zaman Bani Abbas yang suasana kala itu relatif bebas ketimbang masa Bani Umayah, maka para para penyair besar memilih untuk bermazhab Syiah. Karena itu, para penyair ini mengekspresikan keyakinannya dalam bentuk pujian kepada Ahlul Bait. Syair religius mencapai puncaknya di zaman Syarif Radhi. Kemudian Muhayyo dan Dailami melanjutkan tradisi Syarif Radhi. Sedangkan di Andalusia, juga terdapat penyair-penyair ulung dimana nama-nama mereka tercatat dalam sejarah.
 
Sastra Persia yang muncul dan berkembang pada dekade abad ketiga Hijriah dapat dianggap sebagai sastra Islam. Sastera Persia ini terbentuk pada masa Shafariyan dan pada permulaan masa Thahiriyan. Karena dukungan luar biasa para raja, sastra Persia pun mencapai puncaknya pada abad keempat dan pertengahan abad kelima. Di antara kriteria sastra Persia pada masa ini adalah banyaknya jumlah penyair, kemahiran para penyair dan kemampuan mereka dalam menyusun kata, banyaknya syair, syair yang sederhana dan menarik serta perubahan wazan syair.
 
Para penyair terkemuka Persia di antaranya adalah Rudaki, Firdausi dan Unshuri Balkhi. Sedang para penyair terkemuka abad kelima dan keenam adalah Manu Cihri Damghoni, Mas'ud Sa'ad Lahuri, Amir Ma'zi dan Khayam Nisyaburi.
 
Pada akhir dekade abad keenam terjadi perubahan besar dalam model syair Persia. Di antara para pelopor model baru ini adalah Gaznawi, Khoqoni Syarwoni dan Nidzami Gunjawi. Dan pada dekade abad ketujuh dan delapan, kashidah (elegy) diganti dengan ghazal (ode). Dan para penyair popular pada masa ini adalah Maulawi, Sa'di dan Hafidz. Karenakan instabilitas politik dan sosial di abad kesembilan serta kemunduran ilmu dan sastra dan juga jarangnya para pemimpin dan para raja yang menyukai syair maka syair Persia pun mengalami masa kemerosotan. Dan diantara para penyair terkemuka pada masa ini adalah Wahsyi Bafaqi, Muhtasyim Kasyani dan 'Urfi Syirazi. Di samping syair Persi, prosa Persia pun mengalami masa pasang-surut karena pengaruh beberapa faktor yang dimulai dari dekade abad ketiga Hirjiah dan mencapai masa keemasannya pada dekade abad keempat. (IRIB Indonesia/Taqrib/SL)

0 komentar:

Posting Komentar