Kamis, 08 Maret 2012

BBM Akan Naik, Pelaku Bisnis Mulai Siap-siap


Rencana pemerintah yang akan menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi pada 1 April 2012, mulai ditanggapi penuh waspada oleh para pelaku bisnis maupun pihak-pihak lainnya. Mereka mulai berhitung dengan dampak rencana kenaikan harga BBM bersubsidi tersebut. Tak hanya pengusaha di sektor transportasi, hampir seluruh pelaku usaha mulai menghitung-hitung dampak kenaikan BBM bersubsidi premium dan solar, yang diusulkan naik sebesar Rp 1.500 per liter itu.

Dalam rapat kerja dengan komisi VII DPR, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mempertimbangkan dua opsi terkait kenaikan harga BBM bersubsidi tersebut. Pertama, menaikkan harga BBM bersubsidi Rp 1.500 per liter, sehingga premium naik dari Rp 4.500 menjadi Rp 6.000/liter --seperti saat Kabinet Indonesia Bersatu Jilid I.

Kedua, pemerintah mengusulkan mematok secara tetap dana subsidi hanya sebesar Rp 2.000 per liter. Artinya, berapa pun harga bensin dan solar di pasar dunia, pemerintah hanya akan menyubsidi sebesar Rp 2.000 per liter.

Misalnya, harga bensiun premium di pasar dunia Rp 8.000, maka di dalam negeri akan dijual Rp 6.000 per liter. Jika ternyata harga minyak harga premium dan solar di luar negeri melonjak menjadi Rp 9.000 per liter, maka harga di dalam negeri akan menjadi Rp 7.000 per liter dan seterusnya.

Menteri ESDM Jero Wacik menjelaskan, pemerintah mengajukan dua opsi, mengingat harga minyak dunia sudah mengalami kenaikan, dengan rata-rata harga minyak mentah (ICP) sekarang sudah menembus 121 dolar AS per barel.

Seorang pejabat Kementerian Keuangan mengungkapkan bahwa kemungkinan besar pemerintah akan memilih opsi kedua, karena pengeluaran pemerintah untuk subsidi akan lebih pasti.

Meski, katanya, hal tersebut juga masih mungkin akan membengkak jika konsumsi premium atau solar masyarakat meningkat. "Tapi berdasarkan simulasi pertumbuhan konsumsi, subsidi sebesar Rp 2.000 per liter tetap layak," kata pejabat itu.

Simulasi Dampak

Badan Pusat Statistik (BPS) pun langsung bereaksi dengan menghitung dampak dari pelaksanaan kebijakan kenaikan BBM tersebut.

Hasil simulasi BPS menunjukkan, setiap kenaikan harga bahan bakar minyak Rp 500 per liter akan menyebabkan inflasi langsung 0,31 persen dan inflasi tidak langsung sebesar 1-2 kali dari inflasi langsung.

Artinya, jika harga BBM dinaikkan Rp 1.500 menjadi Rp 6.000 per liter, akan menyebabkan inflasi langsung sebesar 0,93 persen dan inflasi tidak langsung sekitar 1 hingga 2 kali dari inflasi langsung. Inflasi tidak langsung itu berupa kenaikan tarif transportasi umum.

"Jadi, kalau harga BBM dinaikkan menjadi Rp 6.000 per liter, inflasi langsungnya 0,93 persen, ditambah inflasi tidak langsung sekitar 1,35 persen dan totalnya menjadi sekitar 2,5 persen," jelas Kepala BPS, Suryamin, di Jakarta, Kamis (1/3).

Inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus-menerus berkaitan dengan mekanisme pasar yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Sederhananya, inflasi adalah sebuah indikator untuk melihat tingkat perubahan dan dianggap terjadi jika proses kenaikan harga berlangsung secara terus-menerus dan saling memengaruhi.

Suryamin menjelaskan, simulasi yang dibuat lembaganya tersebut dibuat dengan catatan kenaikan harga bahan bakar tersebut berlaku untuk semua kendaraan.

Tak pelak lagi, para pelaku bisnis pun mulai mengeluarkan kalkulasi mereka terkait dampak kenaikan BBM pada industrinya.

Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman (Apersi) misalnya, memperkirakan kenaikan harga BBM di rentang Rp 1.500-Rp 2.000 per liter bakal membuat harga rumah naik sekitar 20 persen lebih.

Untuk tipe rumah seharga Rp 100 juta, Apersi memperkirakan kenaikan BBM bisa membuat harga rumah itu naik menjadi Rp 110 juta-Rp 120 juta per unit. "Itu juga belum pasti harganya, karena masing-masing harga materialnya berbeda-beda," ujar Ketua Umum Apersi, Eddy Ganefo.

Sebelumnya, lembaga konsultan dan riset properti, Colliers International juga menilai bahwa kenaikan harga BBM akan berdampak kepada daya beli masyarakat kelas menengah ke bawah dalam membeli rumah. Sebab, akan membuat kebutuhan dasar bahan bangunan naik, sehingga developer akan menaikkan harga dasar properti.

Dari sektor riil, Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia, Benny Soetrisno mengatakan, kenaikan harga BBM pastinya akan diikuti naiknya biaya angkut. Kondisi ini menyebabkan biaya produksi tekstil harus mengalami penyesuaian.

"Ditambah upah pekerja yang naik secara periodik tahunan akibat harga barang-barang kebutuhan yang naik, ini akan bermuara pada harga tekstil. Jadi, harus naik," kata Benny.

Untuk menyiasati kenaikan tersebut, Benny mengatakan, tindakan drastis yang bisa ditempuh perusahaan untuk menekan biaya produksi adalah menurunkan volume produksi. "Yang paling ekstrim adalah melakukan pengurangan jam kerja," tegas dia.

Kekhawatiran pengusaha tekstil akan naiknya biaya produksi tampaknya bakal terwujud. Alasannya, Kementerian Perhubungan mengaku telah mulai membahas kenaikan tarif angkutan menyusul rencana kenaikan BBM bersubsidi tersebut.

Sementara itu, Menteri Perhubungan EE Mangindaan mengatakan, pembahasan dampak kenaikan BBM akan difokuskan pada angkutan umum, seperti bus dan mikrolet (angkutan kota).

Kendati belum menentukan besar kenaikan, Kemenhub menyatakan besaran kenaikan tarif nantinya akan beragam. Sebab, angkutan kota dan desa dalam provinsi terikat pada ketentuan otonomi daerah. Selain itu,  karakter tiap daerah berbeda. "Nah Organda lagi kumpul membahas soal itu, karena karakter tiap daerah lain," tambah Mangindaan.

Antisipasi Pemerintah

Menghadapi berbagai keluhan dan perhitungan dampak kebijakan dari para pelaku bisnis, Menteri ESDM pun angkat suara. Jero Wacik mengatakan, pemerintah terpaksa menempuh kebijakan menaikan harga BBM karena kondisi keuangan pemerintah yang semakin berat. Dia pun menjamin bahwa keputusan kenaikan ini sudah melewati proses pembahasan yang transparan.

"Jadi, percayalah pada presiden, bahwa tidak ada presiden yang tidak cinta dan tidak sayang pada rakyatnya. Jangan karena menaikkan BBM, dibilang Pak SBY tidak sayang rakyat," ujarnya.

Pemerintah pun bergerak cepat dengan segara menggulirkan program bantuan langsung tunai (BLT) sebagai bentuk kompensasi bagi masyarakat tidak mampu. Lewat Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM), pemerintah siap menyediakan anggaran lebih besar dan durasinya lebih diperpanjang.

"Dulu Rp 100 ribu selama enam bulan, sekarang sembilan bulan Rp 150 ribu," kata Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Agung Laksono. "Begitu diumumkan 1 April 2012, langsung diberlakukan selama sembilan bulan. Luar biasa."

Agung menjelaskan, bantuan itu diberikan pada 18,5 juta Rumah Tangga Sasaran (RTS). "Dikali empat, jadi 74 juta jiwa," kata Agung.

Selain BLSM, pemerintah juga memberi kompensasi berupa penambahan subsidi siswa miskin, penambahan jumlah penyaluran beras miskin, dan subsidi pengelola angkutan masyarakat/desa. (IRIB Indonesia/Gatra/RA)

0 komentar:

Posting Komentar