Alkitab, Yeremia 46:10:
"Hari
itu ialah hari Tuhan ALLAH semesta alam, hari pembalasan
untuk melakukan pembalasan kepada para lawan-Nya. Pedang akan
makan sampai kenyang, dan akan puas minum darah mereka. Sebab
Tuhan ALLAH semesta alam mengadakan korban penyembelihan di
tanah utara, dekat sungai Efrat."
Imam Hussain AS (The Master of Martyrs - As-Sayyid ash-Shuhada):
"Ya Tuhan, di sinilah tempat di mana darah kami akan ditumpahkan. Di sinilah tempat di mana kami akan dikuburkan."
"In this year in Britain it rained blood, and milk and butter were turned into blood”.
Lihat: The Anglo-Saxon Chronicle, Translated, edited by G.N. Garmonsway, Professor of English, King’s College,London.
**********
Keputusan Imam Hussain AS Meninggalkan Madinah
Setelah
meninggalkan Madinah pada bulan Rajab, Imam Hussain AS tinggal di
Mekah selama sekitar 5 bulan. Saat itu bulan Zulhijja 61 Hijriah
ketika beliau AS menyadari bahwa ada sejumlah tentara Yazid di
Mekah di tempat persembunyian Ahram, yang berniat membunuh Imam AS
di dalam Masjidil Haram. Tanggal itu 8 dari Zulhijja 61 Hijriah.
Imam Hussain AS mengubah ritual Haji menjadi Umrah dan memutuskan
untuk meninggalkan Mekah. Ketika orang melihat Imam Hussain AS
meninggalkan ibadah Haji sebelum menyelesaikannya, mereka
mengajukan pertanyaan mengapa beliau terburu-buru meninggalkan
Mekah. Beberapa meragukan motif Imam Hussain AS, dan mengatakan
bahwa beliau AS mungkin meninggalkan Mekah menuju Irak untuk
menghadapi Yazid dan mengambil alih kekuasaan kekhalifahan ke
dalam tangannya. Untuk mengatasi keraguan ini Imam Hussain AS
meninggalkan testimoni kepada saudaranya, Muhammad Al-Hanafiya,
yang secara jelas menyatakan tujuannya meninggalkan Mekah. Imam
Hussain AS menulis dalam testimoni tersebut, "Aku tidak
keluar untuk hasrat duniawi, untuk membangkitkan emosi, untuk
bermain dengan ketidakpuasan, untuk memprovokasi perpecahan,
pemberontakan atau untuk menyebarkan penindasan. Aku ingin
membawa umat kembali ke jalan "amar ma'ruf nahi munkar". Aku ingin membawa mereka kembali ke jalan kakekku Rasulullah (SAWW) dan ayahku Ali bin Abi Thalib (AS)".
Perjalanan
penting Imam Hussain (AS) dimulai dari Mekah menuju suatu tujuan
yang tidak diketahui yang akhirnya berakhir di Karbala.
**********
Perjalanan ke Karbala
Perjalanan
dimulai dari Mekah pada tanggal 8 Zulhijja 61 Hijriah berakhir di
Karbala pada tanggal 2 Muharram 61 Hijriah dan memakan waktu
sekitar 22 hari. Sepanjang perjalanan menuju Karbala, Imam Hussain
AS berhenti di 14 tempat (manzil). Beliau AS
bertemu berbagai orang dan berbagai khotbah disampaikannya, yang
merefleksikan motivasi sebenarnya dari perjalanan Imam Hussain AS.
Tempat pertama: Saffah
Di
sini Imam Hussain AS tinggal bermalam. Keesokan harinya ketika
beliau AS bersiap-siap berangkat ke tempat berikutnya, beliau AS
bertemu dengan penyair terkenal Farazdaq yang datang dari Irak dan
akan ke Mekah untuk melaksanakan haji. Ketika ia mengetahui maksud
dan tujuan Imam Hussain AS pergi ke Irak ia mencoba membujuk
beliau AS agar tidak pergi ke sana. Imam Hussain AS bertanya
kepada Farazdaq tentang kondisi di Kufah dan penyair itu menjawab,
"Hati penduduknya kepada anda, namun pedang mereka pun diarahkan kepada anda pula." Imam Hussain AS mengatakan kepadanya, "Allah
(SWT) kehendaki apa yang Ia kehendaki, dan Aku berserah diri
kepada-Nya, Dia Yang adalah sebab segala sesuatu."
Farazdaq meninggalkan kafilah Imam Hussain AS dan menuju Mekah,
sementara Imam Hussain AS melanjutkan perjalanannya.
Tempat kedua: Dhatul-Irq
Di
sini Imam Hussain AS bermalam. Di tempat ini beliau AS bertemu
dengan Abdullah bin Jaafar, yang adalah sepupunya AS, dan suami
dari adiknya Zainab. Abdullah membawa kedua putranya Aun dan
Muhammad untuk menemani Imam Hussain AS. Abdullah juga mencoba
membujuk Imam Hussain AS untuk membatalkan perjalanannya dan
kembali ke Madinah. Namun Imam Hussain AS menjawab, "Takdirku di tangan Allah (SWT)"
Kata-kata yang menyebutkan "takdirku" diulang di banyak tempat
selama perjalanan ini dan jelas menunjukkan bahwa beliau AS
memiliki misi yang hanya diketahuinya sendiri dan beliau AS terus
melanjutkan keinginannya dan menolak mengalami kegagalan terhadap
misinya tersebut.
Tempat ketiga: Batn-ur-Rumma
Tempat
persinggahan ketiga (manzil) dalam perjalanan Imam Hussain AS
adalah kota kecil bernama Batn-ur-Rumma. Dari sini Imam Hussain AS
mengirim surat ke salah seorang sahabatnya di Kufah dan bertanya
tentang situasi di sana. Qais Ibnu Mushahir mengambil surat untuk
Imam. Dia juga bertemu Abdullah Ibn Muti yang juga berasal dari
tanah bermasalah dari Irak tersebut. Dia juga mencoba membujuk
Imam Hussain AS untuk tidak melanjutkan perjalanannya. Dia
mengatakan bahwa penduduk Kufah tidak setia kepada siapa pun - "Al Kufi La Yufi"
- mereka tidak bisa dipercaya. Tetapi Imam Hussain AS tetap
melanjutkan perjalanan menentukan tersebut, sesuai dengan
perkataannya bahwa nasibnya ada di tangan Allah SWT.
Tempat keempat: Zurud
Zurud
adalah kota kecil tepat di atas bukit-bukit Hijaz terpisah dari
provinsi Najd. Dari sini pegunungan berubah menjadi gurun gersang.
Di tempat ini Imam bertemu Zuhair bin Qain. Zuhair, sampai saat
itu, bukan pengikut Ahlul-Bait. Dia ragu-ragu dan menganggap
dirinya sebagai orang di tengah, tidak dapat menentukan pihak mana
yang benar. Imam Hussain AS melihat tenda Zuhair di kejauhan dan
mengirim utusan dengan menitipkan surat. Zuhair membaca surat
tersebut, lalu menyadari untuk pertama kalinya dalam hidupnya
bahwa satnya untuk mengambil keputusan jalan yang benar telah
tiba. Sesuatu telah terjadi di dalam diri Zuhair, yang telah
mengubah seluruh hidupnya. Apa yang ditulis dalam surat tersebut
tidak diketahui orang lain, namun Zuhair memberitahukan
sahabat-sahabatnya untuk mengambil dan membawa istri dan
anak-anaknya kembali ke tanah suku, dan ia sendiri berangkat untuk
bergabung dengan Imam Hussain AS dan kafilahnya.
Sangatlah
penting untuk mengingatkan bahwa ketika Imam Hussain AS
meninggalkan Mekah beliau AS berusaha membujuk banyak orang yang
ingin bergabung dengannya agar tidak mengikutinya dan kembali ke
rumah mereka masing-masing. Imam Hussain AS mengatakan kepada mereka
bahwa tidak ada hadiah barang duniawi pada akhir perjalanan.
Tetapi pada saat yang sama, beliau AS menulis surat kepada
beberapa orang, mengundang mereka untuk menemaninya sampai akhir
perjalanannya. Salah satunya adalah Zuhair sebagaimana disebutkan
di atas. Imam Hussain AS menulis surat lain kepada teman masa
kecilnya Habib Ibn Al-Assady Mazahir di Kufah, mengundang untuk
bergabung dengannya dalam perjalanan takdir. Habib adalah seorang
sahabat lama Nabi SAWW. Beberapa sejarawan menyebutkan usia Habib
saat itu adalah 82 tahun.
Hal penting lainnya yang
perlu disebutkan di sini adalah bahwa orang-orang tambahan ini
diundang oleh Imam Hussain AS masing-masing berasal dari berbagai
suku Arab. Dari jumlah 72 prajurit laki-laki dengan Imam AS, 18
berasal dari keluarganya sendiri, semua keturunan Abu Thalib. Tapi
sisa martir lainnya berasal dari semua tempat dan semua
kepercayaan, hampir dari seluruh wilayah Islam pada waktu itu. Ada
laki-laki dari Syam (Suriah), Jaba al-Amil (Lebanon), Armenia,
Azerbaijan, Yaman, Abyssinia dan Mesir. Tampak bahwa Imam Hussain
AS ingin menyampaikan secara jelas bahwa siapa pun yang mati
syahid dengan dia pada hari Ashura berasal dari suku berbeda dan
tanah yang berbeda, budaya yang berbeda dan kepercayaan sehingga
pesan misi beliau AS mencapai seluruh pelosok tanah Islam melalui
keluarga dan sahabat-sahabat mereka.
Tempat kelima: Zabala
Di
kota kecil ini Imam Hussain AS mengetahui dari dua suku yang
datang dari Kufah, tentang kematian Muslim Ibn Aqil. Imam
mengucapkan dengan keras: "Inna Lillahi wa Inna Illaihi Rajiun",
sehingga orang-orang yang berada di situ mendengar suara beliau,
seolah beliau ingin menunjukkan bahwa sesuatu yang penting telah
terjadi. Ketika semua sahabatnya berkumpul di sekelilingnya,
beliau AS berkata, "Indallah Nahtasib Unfusana", yang berarti bahwa "di hadapan Allah (SWT) kita semua bertanggung jawab atas tindakan dan perbuatan kita sendiri'.
Suku Assady berusaha menghalangi Imam Hussain AS untuk
melanjutkan perjalanan tetapi tidak berhasil. Beliau AS
menyampaikan kabar kematian sepupunya, Muslim, kepada para
sahabatnya. Dengan cara yang sangat menyentuh, beliau AS
mengatakan kepada putrinya Muslim yang berusia 4 tahun yang telah
kehilangan ayahnya. Beliau AS memanggilnya, menempatkannya di
pangkuannya dan memberikan dan mengenakan sepasang anting-anting
untuk putrinya Muslim. Putrinya Muslim bertanya "mengapa?" Lalu ia
menjawab sendiri, sepertinya bahwa ayahnya telah meninggal dan
bahwa dia adalah anak yatim sekarang. Imam Hussain AS memeluknya,
menghibur dan mengatakan bahwa beliau AS akan mencari putrinya
Muslim di tempat ayahnya. Terjadi keributan di dalam tenda
perempuan karena mereka semua menyadari bahwa Kufah bukanlah akhir
nasib mereka. Mereka juga belajar dari Hazrat Muslim, bahwa dua
anak kecilnya dan sahabatnya, Hani juga tewas bersama dengan
banyak sahabat Ahlul Bait AS. Banyak suku yang masih bersama Imam
Hussain AS akhirnya meninggalkan beliau AS karena mereka semua
menyadari dengan pasti bahwa tidak akan ada kemenangan pertempuran
dengan Yazid ibn Muawiyah namun tujuan dari misi ini adalah
sesuatu yang lain. Pada tahap kelima ini hanya sekitar 50 orang
yang tersisa dengan Imam Hussain AS dan banyak dari mereka adalah
perempuan dan anak-anak.
Tempat keenam: Batn-e-Aqiq
Di
sini Imam Hussain AS bertemu dengan seseorang dari suku Akrama
yang mengatakan kepadanya bahwa Kufah bukan kota ramah, bahwa
tentara Yazid ibn Muawiyah telah mengepung garnisun kota ini, tak
ada yang diizinkan untuk meninggalkan atau memasuki kota. Tapi
Imam Hussain AS tetap teguh menuju takdirnya.
Tempat ketujuh: Sorat
Imam
Hussain AS bermalam di sini dan di pagi hari setelah shalat Subuh
ia meminta sahabatnya untuk menyimpan sebanyak mungkin air di
semua wadah penyimpanan air yang mereka miliki.
Tempat kedelapan: Sharaf
Keesokan
harinya mereka tiba di suatu tempat bernama Sharaf. Sementara
Imam Hussain AS melewati lembah ini, salah seorang sahabatnya
menyatakan bahwa dia melihat sekelompok tentara yang mendekat di
balik badai debu. Imam Hussain AS meminta mereka ke tempat yang
aman, di sebuah tempat di balik bukit. Penunjuk jalan membawa
mereka ke sebuah bukit di mana Imam Hussain AS meminta semua orang
untuk sementara menuruni terus bukit tersebut.
Tempat kesembilan: Zuhasm
Di
sinilah Imam Hussain AS bertemu dengan pasukan Hurr at-Tamimi
yang berjumlah sekitar 1000 prajurit. Mereka datang dari Kufah dan
tampaknya mereka kesulitan air. Imam Hussain AS meminta para
sahabatnya untuk memberi mereka air meskipun faktanya mereka
memusuhi kelompok Imam Hussain AS. Semua prajurit Hurr at-Tamimi
minum, bahkan kuda dan unta pun diberi minum. Seorang tentara yang
karena sangat kehausan sehingga ia tidak dapat minum air, Imam
Hussain AS pergi kepadanya dan menuangkan air ke dalam mulutnya. Hurr
at-Tamimi yang merupakan pemimpin dari brigade kavaleri dari Kufah
datang kepada Imam Hussain AS dan ingin mendapatkan kendali
kudanya yang kemudian ditolak Imam AS. Hurr at-Tamimi kemudian
menahan diri dari melakukan hal tersebut, tetapi mengatakan kepada
Imam Hussain AS bahwa dia akan mengantar kafilah Imam Hussain AS
ke Kufah di bawah pengawalannya, namun tawaran ini ditolak Imam
Hussain AS. Sementara mereka mendiskusikan hal ini, waktu untuk
shalat Dhuhur telah tiba dan mereka semua, teman dan musuh
bersama-sama berdiri di belakang Imam Husain AS untuk melaksanakan
shalat. Setelah selesai shalat, Imam Hussain AS mengatakan kepada
Hurr at-Tamimi beserta tentaranya bahwa ia telah menerima banyak
surat dari Kufah yang mengundang beliau untuk pergi ke sana
sebagai Imam dan pembimbing dalam segala urusan agama maupun hal
lainnya.
Tabari mencatat khotbah Imam Hussain AS tersebut sebagai berikut:
"Wahai
penduduk Kufah, kalian telah mengirim utusan dan menulis surat
untukku bahwa kalian tidak memiliki Imam dan bahwa aku harus
datang untuk menyatukan dan menuntun kalian di jalan Allah
(SWT). Kalian mengatakan bahwa kami, Ahlul Bait (AS) yang lebih
berkualitas untuk mengatur urusan kalian daripada mereka yang
mengklaim hal-hal yang mereka tidak memiliki hak dan tidak
bertindak adil. Namun sekiranya kalian berubah pikiran, dan
menjadi bodoh dengan mengabaikan hak kalian atau melupakan janji
kalian, maka aku akan kembali."
Tetapi Imam
Hussain AS dan sahabat-sahabatnya ditolak oleh tentara Hurr
at-Tamimi untuk kembali. Imam Hussain AS tidak ingin pergi ke
Kufah sekarang, dan tentara Hurr at-Tamimi itu tidak ingin mereka
untuk kembali ke Madinah. Kemudian mereka mencapai kesepakatan
untuk mengalihkan perjalanan ke Kufah dan berbelok ke arah Utara.
Imam Hussain AS dan kelompoknya memimpin dan tentara Hurr
at-Tamimi berada di belakang mereka. Dalam dua hari perjalanan
mereka tiba di suatu tempat bernama Baiza.
Tempat kesepuluh: Baiza
Di
Baiza, Imam Hussain AS menyampaikan khotbah yang paling
mengesankan. Sejarah mencatat khotbah ini sepenuhnya. Kata-kata
dari khotbah ini dengan jelas menunjukkan dengan jelas maksud dan
tujuan Imam Hussain AS meninggalkan Mekah, serta maksud dan
alasannya menentang sumpah setia (baiat) kepada Yazid. Beliau AS mengatakan:
"Wahai
manusia, Nabi (SAWW) pernah berkata bahwa jika seorang mukmin
melihat penguasa tirani melanggar Allah (SWT) dan Rasul-Nya dan
melakukan penindasan, namun tidak melakukan apapun dengan kata
atau tindakan untuk mengubah situasi, maka Allah (SWT) akan
hanya menempatkan diri mereka sebagaimana apa adanya. Apakah
kalian tidak menyaksikan betapa rendah perbuatan penguasa
tersebut, apakah kalian tidak melihat bahwa kebenaran belum
dipatuhi dan kepalsuan telah merajalela? Dan bagiku, aku sedang
menghadapi kematian namun itulah jalan untuk mencapai
kesyahidan. Aku menganggap hidup di antara orang yang melampaui
batas adalah suatu kepedihan dan penderitaan".
Khotbah
ini disampaikan oleh Imam Hussain AS di Baiza dan tercatat dalam
sejarah. Saat itu adalah tahun 61 Hijriah, sekitar 680 Masehi.
Seribu dua ratus tahun kemudian di Gettysburg, Abraham Lincoln
menyampaikan pidato di mana ia berkata, "to suffer in silence while they should protest makes cowards of men".
Kata-kata dari Lincoln mencerminkan apa yang telah disampaikan
Imam Hussain AS, lebih dari 1200 tahun yang lalu, bahwa penindas
dan orang yang melampaui batas dari jalan yang benar dari keadilan
akan muncul sepanjang waktu. Tirani harus dilawan. Inilah hikmah dari pelajaran yang kita petik dari Imam Hussain AS.
Tempat kesebelas: Hajanat Uzaibul
Di
sini Imam Hussain AS menjauh dari kawalan pasukannya Hurr
at-Tamimi. Dia bertemu Trimmah bin Adi. Setelah mengetahui bahwa
penduduk Kufah meninggalkan utusannya Muslim ibn Aqil, maka jelaslah
bagi Imam Hussain AS bahwa tidak ada harapan dukungan atau bahkan
kelangsungan hidup di Kufah. Namun demikian, ia menolak tawaran
keselamatan yang di berikan Trimmah bin Adi. Trimmah adalah
pemimpin suku Adi yang kuat dari daerah tersebut. Trimmah memohon
agar Imam Hussain AS mau menerima tawaran 20000 tentara bersenjata
dari sukunya untuk membantu dia jika dia ingin pergi ke Kufah
untuk berperang dengan tentara Yazid. Ibn Adi bahkan menawarkan
Imam Hussain AS dan kafilah kecilnya ke sebuah tempat
persembunyian di perbukitan jauh dari Kufah. Tapi Imam Hussain AS
menolak semua tawaran keamanan dan keselamatan dalam perang. Imam
berkata kepada Ibnu Adi, "Allah (SWT) akan memberkatimu dan
orang-orangmu atas niat baikmu, namun saya tidak bisa mengingkari
kata-kataku sendiri. Ini sudah ditakdirkan". Sangatlah jelas
dari jawaban Imam Hussain AS tersebut bahwa beliau AS sepenuhnya
menyadari bahaya yang akan dihadapi beliau AS dan keluarganya serta
sahabat-sahabatnya apabila beliau AS terus melanjutkan perjalanan tanpa
bantuan dari kekuatan-kekuatan bersenjata pihak lain. Beliau AS
punya strategi dan rencana tertentu dalam pikirannya untuk
mewujudkan revolusi dalam hati nurani umat Islam. Beliau AS tidak
memobilisasi dukungan militer yang dengan mudah bisa dihimpun di
Hijaz, beliau AS pun juga tidak mencoba mengeksploitasi apa pun
kekuatan fisik yang tersedia baginya.
Tempat kedua belas: Qasri-Bani Maqatil
Tempat
ini makin memperjelas bahwa Kufah bukanlah tujuan sebenarnya dari
Imam Hussain AS. Sebagaimana Hurr at-Tamimi tidak menginginkan
Imam Hussain AS ke tempat lain, namun kompromi telah dicapai dan
mereka melewati Kufah dan mengambil rute baru. Beristirahat di
panas siang hari, Imam Hussain AS mengucapkan kalimat yang biasa
dikatakan dalam keadaan ketika seseorang mendengar kematian.
Putranya sulung, Ali Akbar maju dan bertanya tentang kalimat ini.
Imam Hussain AS menjawab bahwa sementara ia setengah tidur dia
melihat dalam mimpi bahwa ada orang yang berteriak keras bahwa
kafilah ini ditakdirkan menuju kematian. Ali Akbar bertanya,
apakah kita tidak di jalan yang benar. Sebuah pertanyaan yang
tampaknya tidak biasa. Tetapi ketika Imam Hussain AS menjawab
bahwa mereka memang di jalan yang benar, anaknya menjawab dengan
jawaban khas dari keluarga Nabi. "Ayah, ketika kita berada di
Jalan yang Benar, kami tidak khawatir apabila kematian membawa
kita atau kita jatuh dalam kematian". Anak dari Imam Hussain AS
tersebut puas bahwa mereka berada dalam jalan yang benar. Mereka
menyadari sepenuhnya bahwa kematian seperti ini pasti berubah
menjadi kemuliaan kesyahidan.
Tempat ketiga belas: Nainawah
Di
tempat ini seorang utusan dari Ibnu Ziyad, Gubernur Kufah datang
menemui tentara Hurr at-Tamimi dan menyuruh mereka untuk tidak
meninggalkan Imam Hussain AS dan kafilahnya dalam situasi apapun.
Tempat Keempat belas: Ghathiriyah
Rombongan kafilah melewati Ghathiriyah dan tiba di suatu tempat di tepi sungai Efrat.
Tempat Kelima belas: Karbala
Imam
Hussain AS bertanya tentang nama tempat ini dan mendapat jawaban
bahwa nama tempat tersebut adalah "Karbala". Imam menjawab, "Ini adalah Karb-wa-bala, yakni tempat penyiksaan dan rasa sakit. Mari kita berhenti di sini." Imam Hussain AS perintahkan untuk berhenti dan turun, dan berkata. "Kita telah mencapai tujuan kita".
Tenda-tenda didirikan di dekat tepi sungai Efrat. Tanggal
peristiwa ini adalah tanggal 2 Muharram 61 Hijriah (3 Oktober 680
Masehi).
Tanggal 2 Muharram 61 Hijriah:
Pasukannya
Hurr at-Tamimi mengelilingi perkemahan Imam Hussain AS dan
kafilahnya. Tetapi tak seorang pun tahu apa yang akan terjadi
hingga dua hari kemudian, pada tanggal 4 Muharram, di mana
rombongon 4000 pasukan lainnya tiba dari Kufah.
Tanggal 3 Muharram 61 Hijiri - Kedatangan Pembunuh Imam Hussain AS: Shimr ibn Dzil Jausyan
Pada hari ini, pasukan gabungan rezim Yazid yang dikirim oleh Gubernur Basra, 'Ubaidillah ibn Ziyad, yang
dipimpin oleh Umar ibn Sa'ad, mendapat tambahan kekuatan 500
pasukan berkuda pimpinan Amr ibn Hajjaj, dan 10000 pasukan
infantri pimpinan Shimr ibn Dzil Jausyan, yang keseluruhan pasukan
gabungan dari rezim Yazid tersebut dimaksudkan untuk menghadapi
dan melawan sekitar 40 orang pasukan/prajurit Imam Hussain AS,
yang di antara mereka ada laki-laki lebih dari 80 orang, dan 13
orang anak-anak, dan bahkan bayi berumur 6 bulan, putra bungsu
dari Imam Hussain AS yang baru berusia sebulan ketika Imam Hussain
AS meninggalkan Madinah pada Bulan Rajab 5 bulan yang lalu. Shimr
memerintahkan Imam Hussain AS dan kafilahnya untuk meninggalkan
tepi sungai Efrat dan memindahkan tenda mereka jauh dari situ.
Saudara Imam Hussain AS, Abbas dan lain-lain menolak, tetapi Imam
Hussain AS mengatakan kepada mereka untuk memindahkan tenda.
Tenda-tenda dipindahkan sekitar 200 meter jauhnya dari tepi sungai
Efrat dan tepi sungai tersebut segera diduduki oleh tentara Yazid
yang baru tiba dari Kufah.
Tanggal 7 Muharram 61 Hijriah
Kafilah
Imam Hussain AS kehabisan pasokan air karena mereka dihalangi
mengambil air, yang menyebabkan mereka menderita kehausan.
Tanggal 8 Muharram 61 Hijriah
Seberapa
banyak air yang bisa mereka simpan pastilah kurang dari sehari
sudah habis terpakai sehingga tidak ada lagi air yang tersisa. Di
panas terik padang pasir, bahkan beberapa jam tanpa air sudah
sangat menyulitkan, apalagi hingga selama tiga hari hidup tanpa
air.
Tanggal 9 Muharram 61 Hijriah
Pada
petang hari, tentara Yazid bergerak maju menyusun formasi
menyerang. Imam Hussain AS disampaikan mengenai hal tersebut dan
kemudian beliau AS menyuruh Abbas dan Ali Akbar untuk menanyakan
tentang hal ini. Jawabannya adalah bahwa perintah berasal dari
Kufah, yakni untuk memulai memerangi dan menyelesaikan urusan
dengan keluarga Nabi SAWW. Imam Hussain AS meminta mereka untuk
memberikan kesempatan menginap satu malam bagi Imam Hussain AS
beserta kafilahnya, yang ingin menghabiskan malam terakhir mereka
dalam meditasi dan doa kepada Allah SWT.
Doa vs Hura-hura
Malam
tersebut sungguh gelap dan mengerikan, terlihat kedip-kedip
lentera dari perkemahan Imam Hussain AS, yang menunjukkan
orang-orang sibuk dalam doa. Suara doa-doa serempak mereka itu
terdengar dari perkemahan seakan suara dengungan lebah. Sedangkan
di pihak musuh, terdengar musik dan mereka menari-nari sepanjang
malam. Banyak prajurit dari pihak Yazid melihat, kagum dan
menyadari perbedaan ini, yang mana yang berada di jalan Allah dan
yang mana yang tidak. Beberapa tentara tersebut melarikan diri dari
perkemahan Yazid lalu menuju perkemahan Imam Hussain AS, karena
mereka mengira dan yakin sepenuhnya bahwa jika pertempuran terjadi
di keesokan harinya mereka pasti akan binasa. Sekitar 30
orang-orang prajurit Yazid pindah ke perkemahan Imam Hussain AS.
Imam Hussain AS mengadakan pertemuan dengan sahabat-sahabatnya
yang kehausan dan menderita dan mengatakan kepada mereka bahwa
musuh hanya menginginkan dirinya. Mereka tidak memiliki rasa
permusuhan dengan orang lain. Saat tak seorang pun dari sahabatnya
meninggalkannya, Imam Hussain AS meminta agar lentera dipadamkan,
yang mana Imam Hussain AS menyadari bahwa dalam kasus ini, para
sahabatnya malu menunjukkan diri mereka melarikan diri dari Imam
Hussain AS. Imam Hussain AS juga mengatakan bahwa dia tidak akan
mengambil Sumpah Setia dari mereka dan membuat mereka bebas
memilih untuk pergi. Imam Hussain AS pun berkata, "bawalah pergi
kerabatku". Tetapi ketika lentera dinyalakan kembali, semua yang
ada di sana, tidak ada seorang pun yang pergi. Salah satu sahabat
yang lebih tua bernama Muslim Ibnu Awsajah maju dan menyatakan
bahwa mereka semua batu yang solid untuk memperjuangkan Imam
Hussain AS. Jika sekalipun mereka dibunuh 70 kali dan kemudian
dihidupkan kembali, mereka masih lebih suka untuk mencapai
kesyahidan dengan Imam Hussain AS daripada hidup dengan penguasa
tiran seperti Yazid ibn Muawiyah.
Tanggal 10 Muharram 61 Hijriah - Subuh dan Pagi
Pagi
menjelang dan sebelum matahari terbit Ali Akbar mengumandangkan
Azan dan mereka semua melaksanakan shalat Subuh di belakang Imam
mereka.
Tanggal 10 Muharram - Pagi
Imam
Hussain AS mengangkat saudara tirinya, Abbas sebagai pembawa
panji dari pasukan beliau AS, yang hanya terdiri dari 70 orang,
yang di antaranya ada beberapa orang prajurit Yazid ibn Muawiyah
yang tiba-tiba datang bergabung. Salah satunya adalah Hurr
at-Tamimi yang adalah pemimpin pasukan yang mencegat kafilah Imam
Hussain AS. Hurr at-Tamimi datang beserta putranya. Keduanya tiba
dengan tangan terikat memohon maaf kepada Imam Hussain AS atas apa
yang telah mereka lakukan dan meminta izin untuk berjuang dan
menjadi martir pertama.
Awal Pertempuran
Imam
Hussain AS tidak memberikan perintah untuk memulai berjuang
sampai anak panah datang dari perkemahan musuh. Kemudian Hurr
at-Tamimi maju untuk bertempur. Kewalahan menghadapi kekuatan pihak
musuh, Hurr at-Tamimi akhirnya gugur. Putranya maju dan akhirnya
gugur pula.
10 Muharram - Siang Hari
Para
sahabat Imam Hussain AS tidak mengizinkan Imam Hussain AS dan
seluruh keluarga dan kerabat beliau AS untuk bertempur selama
mereka masih hidup! Kemudian satu per satu sahabat Imam Hussain AS
maju ke medan laga dan gugur hingga tiba waktu shalat Dhuhur
ketika Said ibn al-Abdullah Bijilly maju dan memberitahukan Imam
Hussain AS bahwa waktu shalat Dhuhur telah tiba. Pertempuran
berkobar, panah datang meluncur ke arah perkemahan Imam Hussain
AS, yang tidak memungkinkan mereka membentuk barisan untuk
melaksanakan shalat. Tapi mereka berdiri di barisan tunggal untuk
melakukan shalat terakhir mereka, sementara dua sahabat Imam
Hussain AS, Said ibn Abdullah dan Zuhair ibn al-Qain berdiri di depan
barisan jamaah shalat tersebut sebagai perisai hidup untuk menahan
semua panah yang datang ke arah mereka. Setelah Imam Hussain AS
dan jamaahnya selesai melaksanakan shalat, kedua prajurit tersebut
tersungkur gugur sebagai martir. Sahabat terakhir Imam Hussain AS
telah gugur dan yang tertinggal hanyalah para kerabat beliau AS.
Yang pertama gugur adalah putra Imam Hussain AS, Ali Akbar yang
berjuang dengan gagah berani namun kehausan selama tiga hari
menjadi faktor penentu bagi kemampuan bertarungnya. Dia gugur dan
kemudian disusul keponakan Imam Hussain AS, putra Imam Hasan AS,
Qasim maju dan gugur pula. Kemudian empat saudara-saudara Imam
Hussain AS, Osman, Jafar, Abullah dan Abbas gugur. Imam Hussain AS
kemudian membawa putranya, Ali Asghar yang berusia 6 bulan.
Beliau membawa dia dalam pelukannya di bawah naungan jubahnya.
Beliau AS mengatakan kepada para prajurit Yazid, "bayi ini tidak
melakukan kerugian apapun bagi kalian. Ia haus, berilah dia air."
Pimpinan tentara Yazid memerintahkan Hurmulah yang merupakan
penembak jitu terbaik untuk membunuh bayi Imam Hussain AS.
Hurmulah menarik busur dan panah langsung membunuh bayi Imam
Hussain AS. Imam Hussain AS membawa bayinya ke dekat perkemahan,
memberitahukan kepada ibunya tentang kematian bayinya. Beliau AS
kemudian memakamkan bayinya. Setelah itu Imam Hussain AS sendiri
pergi untuk berperang. Tapi sebelum itu beliau AS memperkenalkan
dirinya lagi bahwa beliau AS adalah cucu Nabi SAWW, bilamana ada
yang meragukan tentang dirinya dan bahwa kesalahannya hanyalah
karena menolak memberikan Sumpah Setia (baiat) terhadap penguasa lalim Yazid ibn Muawiyah.
Pemenggalan Imam Hussain AS
Musuh
benar-benar haus darah terhadap Imam Hussain AS, mereka dibutakan
oleh keinginan mereka untuk membunuh yang terakhir dari keluarga
Nabi SAWW. Kehausan, kelelahan, terluka hingga banjir darah,
akhirnya Imam Hussain AS jatuh tersungkur. Pertempuran berakhir
dalam satu hari. Perintah diberikan untuk memenggal Imam Husain,
anggota keluarga laki-laki dan sahabat beliau AS yang gugur
sebagai martir dalam pertempuran tersebut. Kepala para martir
tersebut mereka tancapkan di ujung tombak yang kemudian diacungkan
tinggi-tinggi. Kepala para martir Muslim tersebut, dianggap
sebagai "War Atrophies", dibawa dari Karbala melalui
Tikrit, Mosul dan Aleppo (Halab) ke Damaskus, beserta keluarga
Imam Husain AS (Imam Ali Zainal Abidin, saudara perempuan, anak
perempuan dan kerabat lainnya, yang semuanya adalah Ahlul Bait
Al-Nibuwa) diperlakukan sebagai budak untuk memenuhi keinginan
Yazid ibn Muawiyah yang lalim, yang sungguh ironis, menyebut
dirinya sendiri dan demikian pula pada saat sekarang ini sebagian
kaum Muslim menyebutnya sebagai Khilafah kaum Muslim meskipun
sungguh jelas semua kejahatan Yazid ibn Muawiyah termasuk upayanya
melakukan genosida terhadap keluarga suci Nabi Muhammad SAWW!
Para
tawanan kemudian diperintahkan untuk kembali ke Madinah. Dalam
perjalanannya, mereka mengunjungi makam orang-orang yang gugur di
Karbala.
Tanggal 10 Muharram 61 Hijriah - Malam
Malam
itu adalah malam paling gelap bagi perempuan dan anak-anak dari
keluarga Nabi SAWW. Perkemahan mereka dibakar, harta benda mereka
dijarah. Hari sudah larut malam ketika mereka berkumpul
bersama-sama menunggu siksaan lebih lanjut dari pihak musuh, dan
mereka melihat istrinya Hurr at-Tamimi datang ke arah mereka
dengan membawa makanan dan air. Mereka lapar dan haus namun tidak
satupun dari mereka menyentuhnya, bahkan tidak dari anak-anak yang
terkecil sekalipun. Putri termuda Imam Hussain AS, Sakina mengambil
gelas air dan berlari menuju lapangan terbuka. Bibinya, Zainab
bertanya di mana dia berlari dan ia menjawab, bahwa adiknya Ali
Asghar haus, dia ingin mengambilkan air untuknya, dia tidak tahu
bahwa sedikit Ali Asghar telah mati, menjadi korban panah
Hurmulah.
11 Muharram 61 Hijriah - Pagi
Malam
berlalu dan pagi datang dengan rasa sakit dan kesedihan ketika
mereka melihat bahwa mayat musuh dikubur namun jenasah cucu Nabi
SAWW beserta anak, saudara-saudara dan para sahabatnya dibiarkan
tergeletak di padang pasir. Perempuan dan anak-anak diperlakukan
sebagai tahanan dengan anak Imam Hussain AS yang sakit, 'Ali
Zainal Abidin AS, 22 tahun, memimpin kafilah ini menuju Kufah
sebagai Imam keluarga. Beliau sekarang menjadi Imam keempat.
Jasad
para Martir dimakamkan pada 13 Muharram 61 Hijriah oleh suku Bani
Assad, dipandu oleh Imam keempat, yang secara ajaib ada di antara
mereka, padahal sedang dipenjara di Kufah.
**********
Who's Who:
Imam Hussain AS:
"as-Sayyid ash-Syuhada" (The 'Master of Martyrs)
adalah gelar baginya yang diberikan kaum Syiah, lahir pada 3
Sya'ban 4 Hijriah (626 Masehi). Kakeknya, Nabi Muhammad SAWW
menamainya "Hussain", yang berarti Karakter yang Indah. Hussain AS dibesarkan dengan kakaknya Hasan AS dalam rumah tangga Nabi SAWW, yang mana keduanya dikenal sebagai "pemimpin para pemuda di Surga".
Ketika saudaranya Hasan AS terbunuh, Hussain AS menjadi kepala
rumah tangga namun tidak bertindak melawan khalifah yang berkuasa
saat itu, Muawiyah. Setelah kematian Muawiyah kekhalifahan secara
kontroversial diserahkan kepada Yazid, anaknya. Imam Hussain AS
tidak bisa menerima kepemimpinan Yazid yang lalim, sehingga
terjadilah pembantaian oleh pasukan Yazid pada 10 Muharram
61H/680M, hari yang dikenal sebagai Ashura. Jasad beliau AS dimakamkan di tempat suci di Karbala, Irak, dan telah menjadi situs ziarah bagi kaum Syiah.
'Abbas:
Adalah saudara tiri dari Imam Hussain AS, yang bergelar "saqqa"
(Pembawa Air), yang gugur di Karbala, di saat beliau mencoba
mengambil air yang diperuntukkan bagi kafilah Imam Hussain AS yang
sudah 3 hari tidak minum. Beliau dimakamkan di Karbala, Irak.
Zainab:
Adik
perempuan Imam Hussain AS, yang ditahan setelah pembantaian di
Karbala oleh Gubernur Basra, 'Ubadillah ibn Ziyad, atas nama dan
perintah "khalifah" Yazid ibn Muawiyah. Beliau diriwayatkan
membela dirinya dengan martabat dan keberanian. Ketika ada
kemungkinan ibn Ziyad membunuh keponakannya, 'Ali Zainal Abidin AS,
satu-satunya anak Imam Hussain AS yang hidup, dia memeluk 'leher
Ali Zainal Abidin sambil berseru, "Demi Allah, aku tidak akan
berpisah dari dia dan jika anda ingin membunuhnya, maka bunuhlah
saya!" Ibnu Ziyad memenjara para tawanan dan tidak membunuh 'Ali
Zainal Abidin, tapi menggiring mereka ke hadapan Yazid dengan
kepala Imam Hussain AS dan para martir lainnya. Meskipun Yazid bin
mengejek 'Ali Zainal Abidin AS dan Zainab, akhirnya dia
mengizinkan mereka untuk kembali ke Madinah.
Muslim ibn Aqil:
Dia
adalah sepupu Imam Hussain AS yang dikirim ke depan sebagai
utusan ke Kufah untuk melihat apakah ada orang-orang yang bisa
dipercaya untuk setia. Ia mengirimkan pesan kembali, yang
menyatakan bahwa penduduk Kufah setia, tetapi dia dibunuh oleh
Ziyad, gubernur Basra yang setia kepada bin Yazid.
Al-Hurr at-Tamimi:
Dia
adalah komandan muda dari salah satu detasemen militer yang kuat
dari kekuatan Yazid, yang terdiri dari 1000 orang, yang mencegat
Imam Hussain AS saat mendekati Kufah. Akan tetapi, pada pagi hari
Ashura, Hurr adalah salah satu dari 32 pasukan paling setia dari
Yazid yang akhirnya beralih ke pihak Imam Hussain AS ketika
dihadapkan dengan kata-kata Imam Hussain AS dan menyadari serta
menyesali betapa besarnya tindakan kekerasan yang telah dia
lakukan. Dia adalah martir pertama yang gugur dalam berjuang untuk
melindungi Imam Hussain AS dan keluarga serta kerabat beliau AS.
Makamnya di Karbala, Irak.
Muawiyah:
Muawiyah
abu Sufyan menjadi khalifah pada usia 59 setelah 'pembunuhan Imam Ali
ibn Abi Thalib AS di tahun 661M. Ia merekayasa perjanjian terhadap
Imam Hasan AS agar melepaskan kekhalifahannya, dan menjanjikan
perdamaian dan tidak memerlukan sumpah setia (baiat) dari
keluarga Nabi SAWW. Perjanjian perdamaian menegaskan bahwa, "dia
(Muawiyah) tidak akan menjalankan skema jahat atau berbahaya
terhadap Imam Hasan (AS), saudaranya, Hussain (AS), atau salah
satu dari keluarga Nabi (SAWW)". Beberapa orang menyatakan bahwa
ada bagian dari perjanjian yang menerangkan bahwa Kekhilafahan
akan dikembalikan kepada Imam Hasan AS apabila Muawiyah mati.
Sebaliknya, sebelum kematian Muawiyah di 60H/680M, ia mengatur
agar putranya, Yazid, untuk menggantikannya sebagai bagian dari
Dinasti Umayyah yang memerintah sampai 132H/750M.
Yazid:
Anak
dari Muawiyah, lahir di tahun 21H/642M dan mewarisi kekhalifahan
dari ayahnya. Ia memerintah hanya selama tiga tahun di tengah suap
dan ancaman. Kebanyakan sejarawan melihat Yazid sebagai seorang
pemabuk yang secara terbuka mencemooh hukum Islam. Meskipun
keinginan ayahnya agar menghormati perjanjian yang telah dibuatnya
dengan Imam Hasan AS, Yazid malah meminta cucu Nabi SAWW agar
memberikan sumpah setia (baiat) kepadanya demi memastikan
kredibilitas kekhalifahannya. Imam Hussain AS menolak untuk
bersumpah setia kepada Yazid, yang mengakibatkan terjadinya
pembantaian di Karbala pada Ashura.
'Ubaidillah ibn Ziyad: Ziyad
adalah Gubernur Basra yang diangkat oleh Yazid untuk menguasai
Kufah. Di bawah kepemimpinan kerasnya, Ziyad berhasil
mengintimidasi penduduk Kufah, --- yang telah menyatakan dukungan
dan kesetiaan mereka kepada Imam Hussain AS, --- sehingga mereka
tidak bergabung dengan Imam Hussain AS. Atas perintahnya, dia
mengirimkan tentaranya ke Karbala yang mengakibatkan terjadinya
pembantaian Asyura.
Umar ibn Sa'ad:
Panglima pasukan gabungan dari seluruh bala tentara Yazid bin Muawiyah.
**********
Non-Muslim Memetik Hikmah Dari Pengorbanan Imam Hussain AS:
Mahatma Gandhi (Indian political and spiritual leader):
“I
learned from Hussain how to be wronged and be a winner, I learnt
from Hussain how to attain victory while being oppressed.”
“My
faith is that the progress of Islam does not depend on the use of
sword by its believers, but the result of the supreme sacrifice
of Hussain (A.S.), the great saint.”
Dalai Lama:
"If Budhism had Ali's Nagh Al Balagha and Hussein's battle, the whole world would be budhist"
Edward Gibbon (English historian and member of parliament):
“In
a distant age and climate, the tragic scene of the death of
Hosein will awaken the sympathy of the coldest reader.” (The
Decline and Fall of the Roman Empire, London, 1911, volume 5, p.
391-392)
Charles Dickens (English novelist):
“If
Husain had fought to quench his worldly desires…then I do not
understand why his sister, wife, and children accompanied him. It
stands to reason therefore, that he sacrificed purely for Islam.”
Thomas Carlyle (Scottish historian and essayist):
“The
best lesson which we get from the tragedy of Cerebella is that
Husain and his companions were rigid believers in God. They
illustrated that the numerical superiority does not count when it
comes to the truth and the falsehood. The victory of Husain,
despite his minority, marvels me!”
Edward G. Brown (Professor at the University of Cambridge):
“…a
reminder of that blood-stained field of Karbala, where the
grandson of the Apostle of God fell, at length, tortured by
thirst, and surround by the bodies of his murdered kinsmen, has
been at anytime since then, sufficient to evoke, even in the most
lukewarm and the heedless, the deepest emotion, the most frantic
grief, and an exaltation of spirit before which pain, danger, and
death shrink to unconsidered trifles.” (A Literary History of
Persia, London, 1919, p.227)
Reynold Alleyne Nicholson:
“Hussain
(A.S.) fell, pierced by an arrow, and his brave followers were
cut down beside him to the last man. Muhammadan tradition, which
with rare exceptions is uniformly hostile to the Umayyad dynasty,
regards Hussain (A.S.) as a martyr and Yazid as his murderer.” [A
Literary History of the Arabs, Cambridge, 1930, p197]
Antoine Bara (Lebanese writer):
“No
battle in the modern and past history of mankind has earned more
sympathy and admiration as well as provided more lessons than the
martyrdom of Husayn in the battle of Karbala.” (Husayn in
Christian Ideology)
Rabindranath Tagore:
“In
order to keep alive justice and truth, instead of an army or
weapons, success can be achieved by sacrificing lives, exactly
what Imam Hussain (A.S.) did.
Pandit Jawaharlal Nehru:
“Imam Hussain’s (A.S.) sacrifice is for all groups and communities, an example of the path of rightousness.”
Dr. K. Sheldrake:
“Of
that gallant band, male and female knew that the enemy forces
around were implacable, and were not only ready to fight, but to
kill. Denied even water for the children, they remained parched
under the burning sun and scorching sands, yet not one faltered
for a moment. Husain marched with his little company, not to
glory, not to power of wealth, but to a supreme sacrifice, and
every member bravely faced the greatest odds without flinching.”
Ignaz Goldziher (Hungarian orientalist):
“…Weeping
and lamentation over the evils and persecutions suffered by the
‘Alid family, and mourning for its martyrs: these are things from
which loyal supporters of the cause cannot cease. ‘More touching
than the tears of the Shi’is’ has even become an Arabic proverb.”
(Introduction to Islamic Theology and Law, Princeton, 1981, p.179)
Dr. Rajendra Prasad:
“The
sacrifice of Imam Hussain (A.S.) is not limited to one country,
or nation, but it is the hereditary state of the brotherhood of
all mankind.”
Mrs. Sarojini Naidu:
“I
congratulate Muslims that from among them, Hussain (A.S.), a
great human being was born, who is reverted and honored totally by
all communities."
**********
**********
Di saat tentara Dinasti
bani Umayyah membunuh Imam Hussain AS, atas perintah Yazid ibn Muawiyah,
mereka memenggal kepala Imam Hussain (AS), dan menancapkannya di ujung
tombak, seperti halnya 71 orang martir sahabat Imam Hussain AS yang
lainnya. Mereka membawa kepala-kepala para martir Islam tersebut ke
Damaskus, untuk diserahkan kepada Yazid ibn Muawiyah ibn Abu Sufyan
LAKNATULLAH.
Dalam perjalanan menuju Damaskus, di malam
hari mereka singgah di suatu tempat yang bernama Halab. Mereka
bersorak-sorak bahwa mereka telah membunuh musuh negara, sambil
menari-nari dan menghina keturunan Nabi Muhammad SAWW.
Di
tempat tersebut terdapat sebuah biara Kristen, dan para pendeta
menyaksikan kegaduhan prajurit bani Umayyah. Pendeta Kristen menanyakan
mengenai kepala-kepala manusia yang dibawah oleh tentara Umayyah.
Prajurit-prajurit tersebut menyatakan bahwa mereka telah membunuh musuh
Khalifah dan akan menyerahkan kepala-kepala tersebut ke hadapan
Khalifah.
Para pendeta menanyakan siapakah para penghianat
tersebut dan di saat mereka mengetahui ke-72 kepala tersebut dan para
tawanan yang dibawa, para pendeta tersebut menangis!
Para
pendeta Kristen memohon untuk diberikan kepala Imam Hussain AS, namun
tentara bani Umayyah menolaknya. Pendeta Kristen lalu menawarkan
sejumlah uang untuk membeli kepala tersebut, namun tentara bani Umayyah
tetap menolak menyerahkan kepala Imam Hussain AS, dengan alasan bahwa
Yazid ibn Muawiyah akan memberikan hadiah yang lebih besar daripada apa
yang ditawarkan pendeta Kristen tersebut.
Lalu, pendeta
Kristen tersebut menawarkan 100.000 Dirham agar bisa bersama kepala Imam
Hussain AS untuk semalam (referensi lainnya menyebutkan 20.000 Dirham),
dan tentara bani Umayyah setuju. Pendeta Kristen mengambil kepala Imam
Hussain AS, memeluknya, menangisinya sepanjang malam, dan meletakkan di
atas sebuah batu lalu membersihkannya.
Di pagi harinya,
pendeta Kristen tersebut di saat para prajurit akan mengambil kepala
Imam Hussain AS, pendeta Kristen memohon agar anak-anaknya dipenggal
sebagai pengganti kepala Imam Hussain AS. Lalu, anak-anak pendeta
Kristen tersebut diseret secara kejam dan dipenggal! Mereka menawarkan
kepala mereka sebagai pengganti kepala Imam Hussain AS!
Pendeta
Kristen tersebut telah mengorbankan ke-tujuh anaknya sebagai pengganti
kepala Imam Hussain AS, namun prajurit Yazid ibn Muawiyah ibn Abu Sufyan
mengatakan bahwa mereka menginginkan kepala Imam Hussain AS atau mereka
akan menghancurkan Halab!
Pendeta Kristen tersebut lalu
menyelamatkan batu tempat memandikan kepala Imam Hussain AS tersebut dan
membuat sebuah tempat suci sebagai tempat meletakkan batu tersebut.
Inilah
batu tersebut, saksi sejarah dan bukti cinta dan kasih sayang,
penghormatan dan pengorbanan dari pendeta Kristen tersebut terhadap Imam
Hussain AS.
Kami, kaum Syiah, menyampaikan salut dan rasa
hormat yang sebesar-besarnya atas cinta dan pengorbanan Pendeta Kristen
tersebut, di saat sebagian besar kaum yang mengaku Muslim tidak
melakukan hal yang sama terhadap Imam Hussain AS.
Salam Ya Hussain! Salam Ya Hussain! Salam Ya Hussain!
*********
Sebagian
orang yang mengaku Muslim namun bodoh dan jahil luar biasa telah
MENOLAK kebenaran peristiwa Ashura dan menganggapnya sebagai dongeng
belaka.
Berikut ini, dikutip 2 Referensi Ahlussunnah menyangkut Ashura:
al-Hafidz
ibn Kathir dalam kitab "al-Bidayah wa al-Nihaya", vol. 11, hal. 573,
yang diverifikasi oleh Dr. Abdullah Abul Muhsin al-Turky, menulis: "Imam
Ahmad berkata, "Abdul Rahman dan 'Affan menyampaikan kepada kami, dari
Hammad ibn Salamah, dari Amaar ibn Abi Amaar, dari ibn Abbas yang
berkata: "Aku melihat Rasulullah (SAWW) dalam mimpi, di tengah hari, dan
beliau (SAWW) terlihat lusuh dan dipenuhi debu. Beliau (SAWW) memegang
wadah air yang penuh berisi darah." Lalu aku berkata: "Kedua orang tuaku
sebagai tebusan, wahai Rasulullah (SAWW), apa itu?". Beliau (SAWW)
berkata: "Ini adalah darah Husain (AS) beserta sahabat-sahabatnya. Aku
telah mengumpulkan darah ini sejak pagi hari." Ammar berkata: "Kami
mengenang hari itu (saat dimimpikan) dan kami mengetahui bahwa memang
itulah kematian Husain di hari itu (Ashura)." Ibn Kathir berpendapat:
"riwayat ini isnadnya kuat", dan menyatakan riwayat ini otentik, dan
juga menyatakan:
"ibn Abi al-Dunya menyampaikan dari
Abdullah ibn Muhammad al-Hana hingga periwayat terakhir, berkata: "ibn
Abbas terbangun dari mimpi dan berkata; "Demi Allah! Husain terbunuh!
Sahabatnya berkata: "Mengapa?" lalu Abbas berkata: "Aku melihat
Rasulullah (SAWW) memegang sebuah wadah berisi penuh dengan darah dan
beliau (SAWW) berkata kepadaku: "Apakah engkau tidak tahu apa yang telah
dilakukan umatku setelah kepergianku? Mereka membunuh putraku, Husain
(AS), dan ini adalah darahnya dan darah para sahabatnya. Aku membawa
darah ini ke Allah (SWT). Di hari itu, di saat ibn Abbas
menyampaikannya, riwayat ini langsung ditulis, dan kurang dari sehari
semalam, datanglah kabar ke Madinah, bahwa dia (Husain) telah terbunuh
di hari itu, dan di saat itu".
»»»
Musnad Imam Ahmad, vol. 4, hal. 56 dan 336, Kitab: 4. Dari Musnad Bani Hasyim, Bab: 25. Awal Musnad Abdullah bin al-'Abbas, no. #2057,
diverifikasi oleh Shuaib Arnaut dan Aadil Murshid - yang menyatakan
bahwa riwayat ini isnadnya kuat sesuai persayaratan Muslim, riwayat
tersebut adalah sebagai berikut:
حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ عَنْ عَمَّارِ بْنِ أَبِي عَمَّارٍ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ
رَأَيْتُ
النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الْمَنَامِ بِنِصْفِ
النَّهَارِ أَشْعَثَ أَغْبَرَ مَعَهُ قَارُورَةٌ فِيهَا دَمٌ يَلْتَقِطُهُ
أَوْ يَتَتَبَّعُ فِيهَا شَيْئًا قَالَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا
هَذَا قَالَ دَمُ الْحُسَيْنِ وَأَصْحَابِهِ لَمْ أَزَلْ أَتَتَبَّعُهُ
مُنْذُ الْيَوْمَ
قَالَ عَمَّارٌ فَحَفِظْنَا ذَلِكَ الْيَوْمَ فَوَجَدْنَاهُ قُتِلَ ذَلِكَ الْيَوْمَ
"Telah
menceritakan kepada kami undefined Telah menceritakan kepada kami
(Hammad bin Salamah) dari ('Ammar bin Abu 'Ammar) dari (Ibnu 'Abbas), ia
berkata; Aku bermimpi melihat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pada
pertengahan siang, kusut rambutnya dan berdebu, bersamanya sebuah wadah
berisi darah yang beliau kumpulkan." Ibnu 'Abbas berkata; Aku pun
bertanya; "Ya Rasulullah, apa ini?" Beliau menjawab; "Ini adalah darah
Al Husain dan para sahabatnya, aku telah mengumpulkannya sejak pagi hari
ini." Ammar berkata; "Kami mengingatnya hari itu, ternyata kami dapati
bahwa dia (Al Husain) terbunuh hari itu pula."
»»»
Musnad Imam Ahmad, Kitab: 4. Dari Musnad Bani Hasyim, Bab: 25. Awal Musnad Abdullah bin al-'Abbas) no. #2422:
حَدَّثَنَا عَفَّانُ حَدَّثَنَا حَمَّادٌ هُوَ ابْنُ سَلَمَةَ أَخْبَرَنَا عَمَّارٌ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ
رَأَيْتُ
النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِيمَا يَرَى النَّائِمُ
بِنِصْفِ النَّهَارِ وَهُوَ قَائِمٌ أَشْعَثَ أَغْبَرَ بِيَدِهِ قَارُورَةٌ
فِيهَا دَمٌ فَقُلْتُ بِأَبِي أَنْتَ وَأُمِّي يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا
هَذَا قَالَ هَذَا دَمُ الْحُسَيْنِ وَأَصْحَابِهِ لَمْ أَزَلْ
أَلْتَقِطُهُ مُنْذُ الْيَوْمِ فَأَحْصَيْنَا ذَلِكَ الْيَوْمَ فَوَجَدُوهُ
قُتِلَ فِي ذَلِكَ الْيَوْمِ
Telah menceritakan kepada
kami ('Affan) telah menceritakan kepada kami undefined dia adalah Ibnu
Salamah, telah mengabarkan kepada kami undefined dari (Ibnu Abbas), ia
berkata; Aku melihat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, sebagaimana yang
dilihat orang dalam mimpi di siang hari, beliau berdiri dengan rambut
kusut dan berdebu, beliau membawa sebuah wadah yang berisi darah. Aku
berkata; "Ayahku dan ibuku sebagai tebusannya, wahai Rasulullah, apakah
ini?" Beliau menjawab: "Ini adalah darah Husain dan para sahabatnya,
yang aku temukan sejak hari ini." Maka kami mengingat hari itu, kemudian
mereka mendapatinya terbunuh pada hari itu."
*********
Kamis, 20 Oktober 2011
Ashura (Pembantaian Keluarga, Kerabat Rasulullah SAWW dan Para Sahabat Mereka)
Sumber:http://www.facebook.com/note.php?note_id=464378433430
Sumber Video:http://www.facebook.com/video/video.php?v=1455521515186
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar